Jakarta: Dita Oeprianto, salah satu terduga pelaku pengeboman sejumlah gereja di Surabaya, Jawa Timur, pada Minggu 13 Mei 2018, dikenal cerdas. Ahmad Faiz Zainuddin yang merupakan teman Dita semasa SMA juga mengenal ayah empat anak itu bukan sosok yang keras.
"Banyak orang salah paham. Dipikir anak ini enggak pintar, lagi galau. Kenyataannya tidak. Anak ini pintar-pintar, sekolah dan kuliah di kampus terbaik, mereka berprestasi, dan bukan orang yang keras, kasar, atau enggak nurut," ungkapnya, dalam Metro Pagi Primetime, Selasa, 15 Mei 2018.
Faiz menuturkan ideologi radikal yang dimiliki Dita tidak diperoleh dalam waktu singkat. Di usia mereka yang masih sekolah, pelajar yang cerdas seperti Dita memang sedang dalam tahap mencari jati diri.
Pada dasarnya, kata Faiz, orang-orang seperti Dita memang tulus mencari ideologi atau kebenaran apa yang mereka ingin ikuti dan perjuangkan. Sayangnya, sinyal ini ditangkap oleh kelompok radikal atau jaringan teroris untuk memanfaatkan situasi seperti itu.
"Dita ini cerdas. Tapi kebanyakan hanya cerdas secara akademis, pintar matematika atau kimia misalnya tapi secara kebijaksanaan jauh, kecerdasan emosinya kurang. Makanya mudah terpengaruh yang ekstrem garis keras ini," katanya.
Faiz juga menduga sifat radikalisme dalam diri Dita muncul saat tidak ada sosok yang bisa dijadikan panutan. Semasa SMA dulu Dita adalah seorang pelajar yang merantau, otomatis keluarga khususnya figur ayah tidak berada dalam jangkauan.
"Enggak ada figur ayah yang jadi pedoman akhirnya dia cari sendiri. Kalau cari sendiri bertemu dengan pengajian yang baik ya bagus tapi kalau temunya seperti ini akan dibawa pelan-pelan," pungkasnya.
Jakarta: Dita Oeprianto, salah satu terduga pelaku pengeboman sejumlah gereja di Surabaya, Jawa Timur, pada Minggu 13 Mei 2018, dikenal cerdas. Ahmad Faiz Zainuddin yang merupakan teman Dita semasa SMA juga mengenal ayah empat anak itu bukan sosok yang keras.
"Banyak orang salah paham. Dipikir anak ini enggak pintar, lagi galau. Kenyataannya tidak. Anak ini pintar-pintar, sekolah dan kuliah di kampus terbaik, mereka berprestasi, dan bukan orang yang keras, kasar, atau enggak nurut," ungkapnya, dalam
Metro Pagi Primetime, Selasa, 15 Mei 2018.
Faiz menuturkan ideologi radikal yang dimiliki Dita tidak diperoleh dalam waktu singkat. Di usia mereka yang masih sekolah, pelajar yang cerdas seperti Dita memang sedang dalam tahap mencari jati diri.
Pada dasarnya, kata Faiz, orang-orang seperti Dita memang tulus mencari ideologi atau kebenaran apa yang mereka ingin ikuti dan perjuangkan. Sayangnya, sinyal ini ditangkap oleh kelompok radikal atau jaringan teroris untuk memanfaatkan situasi seperti itu.
"Dita ini cerdas. Tapi kebanyakan hanya cerdas secara akademis, pintar matematika atau kimia misalnya tapi secara kebijaksanaan jauh, kecerdasan emosinya kurang. Makanya mudah terpengaruh yang ekstrem garis keras ini," katanya.
Faiz juga menduga sifat radikalisme dalam diri Dita muncul saat tidak ada sosok yang bisa dijadikan panutan. Semasa SMA dulu Dita adalah seorang pelajar yang merantau, otomatis keluarga khususnya figur ayah tidak berada dalam jangkauan.
"Enggak ada figur ayah yang jadi pedoman akhirnya dia cari sendiri. Kalau cari sendiri bertemu dengan pengajian yang baik ya bagus tapi kalau temunya seperti ini akan dibawa pelan-pelan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(MEL)
