medcom.id, Jakarta: Uji coba penghapusan jalur 3 in 1 dalam mengurangi volume kendaraan di ruas Jalan Protokol Jakarta dinilai tidak efektif.
Menurut Fahmi, salah seorang karyawan yang bekerja di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, berpendapat setelah 3 in 1 dihapus, kendaraan yang masuk ke ruas jalan protokol semakin membludak. Pria yang tinggal di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur ini menilai pemerintah seharusnya lebih mengefektifkan sistem electronic road pricing (ERP).
"Lebih baik dimatangkan ke sistem ERP yang kena biaya itu, jadi ada pembatasan untuk pengguna jalan supaya enggak terlalu bebas," kata Fahmi kepada Metrotvnews.com di kawasan Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (13/4/2016).
Fahmi menjelaskan, volume kendaraan semakin tak terbendung ketika pagi dan sore hari. Dia menilai, banyak karyawan yang bekerja di Jakarta Pusat yang membawa mobil untuk bekerja.
"Terlebih lagi pada pagi dan sore hari, ketika saya di jalan menuju kantor. Itu mobil yang ada di jalan ini (Jalan MH. Thamrin) padat sekali," keluhnya pengguna TransJakarta itu.
Sebelumnya, wacana penghapusan 3 in 1 dipicu pengungkapan kasus eksploitasi anak dan perdagangan manusia di Jakarta. Sistem ini juga memunculkan masalah dengan adanya joki.
Jalur 3 in 1 adalah kebijakan saat Jakarta dipimpin Gubernur Sutiyoso. Peraturan terkait 3 in 1 diteken pria yang kini menjabat Kepala Badan Intelijen Negara itu pada 2007.
Kebijakan ini melarang mobil yang berpenumpang kurang dari tiga orang melintas di jalan tertentu. Tujuannya, mengurangi kemacetan saat jam berangkat kerja dan jam pulang kerja.
Three in one diberlakukan pada pagi sejak pukul 07.00 WIB hingga pukul 10.00 WIB dan sore pukul 16.00 WIB hingga 19.00 WIB.
Beberapa jalan yang masuk dalam kawasan three in one antara lain, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Jalan Jenderal Sudirman, Jalan M.H. Thamrin, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Majapahit, Jalan Gajah Mada, Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Pintu Besar Utara dan Jalan Hayam Wuruk.
medcom.id, Jakarta: Uji coba penghapusan jalur 3 in 1 dalam mengurangi volume kendaraan di ruas Jalan Protokol Jakarta dinilai tidak efektif.
Menurut Fahmi, salah seorang karyawan yang bekerja di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, berpendapat setelah 3 in 1 dihapus, kendaraan yang masuk ke ruas jalan protokol semakin membludak. Pria yang tinggal di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur ini menilai pemerintah seharusnya lebih mengefektifkan sistem
electronic road pricing (ERP).
"Lebih baik dimatangkan ke sistem ERP yang kena biaya itu, jadi ada pembatasan untuk pengguna jalan supaya enggak terlalu bebas," kata Fahmi kepada
Metrotvnews.com di kawasan Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (13/4/2016).
Fahmi menjelaskan, volume kendaraan semakin tak terbendung ketika pagi dan sore hari. Dia menilai, banyak karyawan yang bekerja di Jakarta Pusat yang membawa mobil untuk bekerja.
"Terlebih lagi pada pagi dan sore hari, ketika saya di jalan menuju kantor. Itu mobil yang ada di jalan ini (Jalan MH. Thamrin) padat sekali," keluhnya pengguna TransJakarta itu.
Sebelumnya, wacana penghapusan 3 in 1 dipicu pengungkapan kasus eksploitasi anak dan perdagangan manusia di Jakarta. Sistem ini juga memunculkan masalah dengan adanya joki.
Jalur 3 in 1 adalah kebijakan saat Jakarta dipimpin Gubernur Sutiyoso. Peraturan terkait 3 in 1 diteken pria yang kini menjabat Kepala Badan Intelijen Negara itu pada 2007.
Kebijakan ini melarang mobil yang berpenumpang kurang dari tiga orang melintas di jalan tertentu. Tujuannya, mengurangi kemacetan saat jam berangkat kerja dan jam pulang kerja.
Three in one diberlakukan pada pagi sejak pukul 07.00 WIB hingga pukul 10.00 WIB dan sore pukul 16.00 WIB hingga 19.00 WIB.
Beberapa jalan yang masuk dalam kawasan three in one antara lain, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Jalan Jenderal Sudirman, Jalan M.H. Thamrin, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Majapahit, Jalan Gajah Mada, Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Pintu Besar Utara dan Jalan Hayam Wuruk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)
