medcom.id, Jakarta: Eksploitasi air tanah secara berlebihan di Jakarta, menyebabkan turunnya permukaan tanah. Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh penurunan muka tanah akibat eksploitasi air tanah mencapai angka 17,5 persen.
Salah satu yang paling dikhawatirkan adalah eksploitasi air tanah sumur dalam. Air tanah sumur dalam biasanya memiliki kedalaman mencapai ratusan meter.
Untuk membatasi pengambilan air tanah di Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, melalui Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) akan memperketat pengawasan terhadap penggunaan air tanah. Setiap pengambilan air tanah untuk berbagai kegiatan komersial, harus mendapat ijin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Pengawasan dan penertiban air tanah dilakukan oleh BPLHD. Bagi oknum yang melanggar, akan dikenakan sanksi administrasi, perdata, hingga pidana sesuai yang diatur dalam Perda Nomor 10 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan dan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Pergub Nomor 113 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan dan Penertiban Kegiatan Usaha Air Bawah Tanah, Pertambangan Umum, Minyak dan Gas Bumi serta Ketenagalistrikan.
BPLHD menganjurkan kepada pengelola usaha, agar menggunakan air tanah semata-mata sebagai cadangan dalam keadaan darurat. Serta menggunakan air perpipaan sebagai sumber air utama.
Selain mencegah penurunan muka tanah, dengan menggunakan air Palyja, biaya operasional yang dikeluarkan juga lebih murah. Dalam kategori yang sama, tarif air tertinggi per meter kubik untuk air tanah harganya lebih dari dua kali lipat dibandingkan air Palyja.
Kebutuhan air perpipaan bagi pelanggan meter besar yang memiliki diameter air diatas 0,5 mm (0,75 - 6 inch), Unit Pelayanan Palyja Utama (UPP) adalah jawaban tepat. Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Call center 24 jam 2997 9999 atau kunjungi www.palyja.co.id.
Anda juga bisa mendapatkan informasi terkini tentang suplai air, kegiatan, program, kuis dan tips hemat air di @water4life_ID dan water4life_ID. (adv)
medcom.id, Jakarta: Eksploitasi air tanah secara berlebihan di Jakarta, menyebabkan turunnya permukaan tanah. Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh penurunan muka tanah akibat eksploitasi air tanah mencapai angka 17,5 persen.
Salah satu yang paling dikhawatirkan adalah eksploitasi air tanah sumur dalam. Air tanah sumur dalam biasanya memiliki kedalaman mencapai ratusan meter.
Untuk membatasi pengambilan air tanah di Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, melalui Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) akan memperketat pengawasan terhadap penggunaan air tanah. Setiap pengambilan air tanah untuk berbagai kegiatan komersial, harus mendapat ijin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Pengawasan dan penertiban air tanah dilakukan oleh BPLHD. Bagi oknum yang melanggar, akan dikenakan sanksi administrasi, perdata, hingga pidana sesuai yang diatur dalam Perda Nomor 10 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan dan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Pergub Nomor 113 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan dan Penertiban Kegiatan Usaha Air Bawah Tanah, Pertambangan Umum, Minyak dan Gas Bumi serta Ketenagalistrikan.
BPLHD menganjurkan kepada pengelola usaha, agar menggunakan air tanah semata-mata sebagai cadangan dalam keadaan darurat. Serta menggunakan air perpipaan sebagai sumber air utama.
Selain mencegah penurunan muka tanah, dengan menggunakan air Palyja, biaya operasional yang dikeluarkan juga lebih murah. Dalam kategori yang sama, tarif air tertinggi per meter kubik untuk air tanah harganya lebih dari dua kali lipat dibandingkan air Palyja.
Kebutuhan air perpipaan bagi pelanggan meter besar yang memiliki diameter air diatas 0,5 mm (0,75 - 6 inch), Unit Pelayanan Palyja Utama (UPP) adalah jawaban tepat. Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Call center 24 jam 2997 9999 atau kunjungi
www.palyja.co.id.
Anda juga bisa mendapatkan informasi terkini tentang suplai air, kegiatan, program, kuis dan tips hemat air di
@water4life_ID dan
water4life_ID. (adv)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)
