Jakarta: Terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Aceh, Tahun Anggaran 2006-2011, PT Nindya Karya (Persero) serta PT Tuah Sejati akan menghadapi vonis hari ini. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap vonis majelis hakim membuat efek jera.
"Sebagai efek jera maka pemidanaan para pelaku korupsi tidak hanya harus dihukum penjara," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 15 September 2022.
KPK berharap amar putusan pengadilan mencatumkan perampasan aset bagi kedua korporasi. Perampasan aset untuk mengganti uang hasil kejahatan korupsi.
"Penting bila mereka pun juga dapat dihukum dengan denda, kewajiban pembayaran uang pengganti dari hasil korupsi yang dinikmatinya serta perampasan aset yang berasal dari kejahatan korupsi," ujar Ali.
KPK yakin majelis hakim akan sependapat dengan uraian analisis yuridis tuntutan tim jaksa. Sehingga, para terdakwa akan dinyatakan bersalah menurut hukum.
"Dapat dihukum sebagaimana amar tuntutan," ucap Ali.
Jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK menuntut PT Nindya Karya (Persero) dijatuhi hukuman denda Rp900 juta. Perusahaan pelat merah tersebut dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Aceh, Tahun Anggaran 2006-2011.
Perbuatan itu dilakukan bersama-sama PT Tuah Sejati. Perusahaan tersebut juga dituntut hukuman serupa.
Kedua terdakwa korporasi itu dinilai terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi. PT Nindya Karya diperkaya sebanyak Rp44.681.053.100.
Sedangkan, PT Tuah Sejati diperkaya sebanyak Rp49.908.196.378. Keduanya juga wajib membayar uang pengganti kepada sejumlah tersebut.
Pada perkara ini, kedua perusahaan tersebut didakwa merugikan negara yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Dermaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang (BPKS) Tahun Anggaran 2004-2011. Proyek itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Terdapat persengkokolan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dalam penggarapan proyek tersebut. Sejumlah kontrak dan laporan dibuat sedemikian rupa agar proyek berjalan sesuai kesepakatan yang berujung melawan hukum.
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dituntut melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Pada persidangan ini, PT Nindya Karya diwakili oleh Direktur Utama PT Nindya Karya Haedar A Karim. Sedangkan, PT Tuah Sejati diwakili oleh Muhammad Taufik Reza selaku direktur perusahaan tersebut.
Jakarta: Terdakwa kasus dugaan
korupsi pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Aceh, Tahun Anggaran 2006-2011,
PT Nindya Karya (Persero) serta PT Tuah Sejati akan menghadapi vonis hari ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap vonis majelis hakim membuat efek jera.
"Sebagai efek jera maka pemidanaan para pelaku korupsi tidak hanya harus dihukum penjara," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 15 September 2022.
KPK berharap amar putusan pengadilan mencatumkan perampasan aset bagi kedua korporasi. Perampasan aset untuk mengganti uang hasil kejahatan korupsi.
"Penting bila mereka pun juga dapat dihukum dengan denda, kewajiban pembayaran uang pengganti dari hasil korupsi yang dinikmatinya serta perampasan aset yang berasal dari kejahatan korupsi," ujar Ali.
KPK yakin majelis hakim akan sependapat dengan uraian analisis yuridis tuntutan tim jaksa. Sehingga, para terdakwa akan dinyatakan bersalah menurut hukum.
"Dapat dihukum sebagaimana amar tuntutan," ucap Ali.
Jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK menuntut PT Nindya Karya (Persero) dijatuhi hukuman denda Rp900 juta. Perusahaan pelat merah tersebut dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Aceh, Tahun Anggaran 2006-2011.
Perbuatan itu dilakukan bersama-sama PT Tuah Sejati. Perusahaan tersebut juga dituntut hukuman serupa.
Kedua terdakwa korporasi itu dinilai terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi. PT Nindya Karya diperkaya sebanyak Rp44.681.053.100.
Sedangkan, PT Tuah Sejati diperkaya sebanyak Rp49.908.196.378. Keduanya juga wajib membayar uang pengganti kepada sejumlah tersebut.
Pada perkara ini, kedua perusahaan tersebut didakwa merugikan negara yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Dermaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang (BPKS) Tahun Anggaran 2004-2011. Proyek itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Terdapat persengkokolan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dalam penggarapan proyek tersebut. Sejumlah kontrak dan laporan dibuat sedemikian rupa agar proyek berjalan sesuai kesepakatan yang berujung melawan hukum.
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dituntut melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Pada persidangan ini, PT Nindya Karya diwakili oleh Direktur Utama PT Nindya Karya Haedar A Karim. Sedangkan, PT Tuah Sejati diwakili oleh Muhammad Taufik Reza selaku direktur perusahaan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)