Jakarta: Minyak goreng melimpah baik di pasar modern maupun tradisional usai pemerintah mencabut harga eceran tertinggi (HET). Fenomena itu diusut polisi.
"Banyaknya stok minyak goreng khususnya kemasan setelah pengembalian harga sesuai acuan keekonomian, sedang kita dalami," kata Ketua Satgas (Kasatgas) Pangan Polri Irjen Helmy Santika saat dikonfirmasi, Rabu, 23 Maret 2022.
Helmy mengakui adanya fenomena itu. Satgas Pangan Polri menemukan fenomena itu saat mengecek langsung ke lapangan.
Baca: Polri: Belum Ditemukan Praktik Mafia Minyak Goreng
Menurut dia, fenomena yang terjadi saat HET minyak goreng masih berlaku adalah barang langka di gerai modern, namun pada pasar tradisional stok banyak dengan harga di atas HET. Selain itu, ditemukan juga penjualan lewat media sosial dengan harga di atas HET.
"Kelangkaan saat itu, khususnya pada gerai retail modern lebih disebabkan aksi borong end user, karena disparitas harga yang cukup besar dengan di pasar tradisional," ungkap jenderal bintang dua itu.
Sementara itu, kata dia, pada pasar tradisional rantai pasok cukup panjang dengan margin yang diserahkan ke mekanisme pasar. Maka itu, harga minyak goreng sampai ke konsumen akhir atau end user di atas HET yang ditetapkan pemerintah.
"Tingginya harga minyak goreng juga disebabkan karena naiknya bahan baku utama minyak goreng sawit (MGS)," ujar Helmy.
Terlepas dari itu, dia memastikan akan mendalami ada tidaknya dugaan kartel dalam fenomena tersebut. Pihaknya mengerahkan Satuan Tugas Daerah (Satgasda) melakukan monitoring dan penyelidikan di wilayah masing-masing.
"Sebagai back up, kami juga turunkan tim Satgas Pangan Pusat untuk lakukan monitoring dan pengumpulan bahan keterangan di lapangan," ucap Helmy.
Jakarta:
Minyak goreng melimpah baik di pasar modern maupun tradisional usai pemerintah mencabut harga eceran tertinggi (HET). Fenomena itu diusut polisi.
"Banyaknya stok minyak goreng khususnya kemasan setelah pengembalian harga sesuai acuan keekonomian, sedang kita dalami," kata Ketua Satgas (Kasatgas) Pangan
Polri Irjen Helmy Santika saat dikonfirmasi, Rabu, 23 Maret 2022.
Helmy mengakui adanya fenomena itu. Satgas Pangan Polri menemukan fenomena itu saat mengecek langsung ke lapangan.
Baca:
Polri: Belum Ditemukan Praktik Mafia Minyak Goreng
Menurut dia, fenomena yang terjadi saat HET minyak goreng masih berlaku adalah barang langka di gerai modern, namun pada pasar tradisional stok banyak dengan harga di atas HET. Selain itu, ditemukan juga penjualan lewat media sosial dengan harga di atas HET.
"Kelangkaan saat itu, khususnya pada gerai retail modern lebih disebabkan aksi borong end user, karena disparitas harga yang cukup besar dengan di pasar tradisional," ungkap jenderal bintang dua itu.
Sementara itu, kata dia, pada pasar tradisional rantai pasok cukup panjang dengan margin yang diserahkan ke mekanisme pasar. Maka itu, harga minyak goreng sampai ke konsumen akhir atau end user di atas HET yang ditetapkan pemerintah.
"Tingginya harga minyak goreng juga disebabkan karena naiknya bahan baku utama minyak goreng sawit (MGS)," ujar Helmy.
Terlepas dari itu, dia memastikan akan mendalami ada tidaknya dugaan kartel dalam fenomena tersebut. Pihaknya mengerahkan Satuan Tugas Daerah (Satgasda) melakukan monitoring dan penyelidikan di wilayah masing-masing.
"Sebagai
back up, kami juga turunkan tim Satgas Pangan Pusat untuk lakukan monitoring dan pengumpulan bahan keterangan di lapangan," ucap Helmy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)
