Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Presiden Joko Widodo mewajibkan lembaga dan kementerian di kabinetnya memasukkan program pengadaan barang dan jasa dalam sistem e-procurement. Sistem itu dinilai dapat mencegah praktik korupsi pengadaan barang dan jasa.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan sekitar Rp900 triliun dari Rp2.200 triliun dana APBN saat ini dialokasikan untuk pengadaan barang dan jasa. Namun, baru sekitar Rp350 triliun yang masuk sistem e-procurement.
Rendahnya anggaran pengadaan barang dan jasa yang masuk dalam sistem e-procurement akibat tidak adanya aturan yang mewajibkan kementerian dan lembaga menggunakan sistem tersebut.
"Dari potensi Rp900 triliun baru Rp350 triliun masuk e-procurement. Kalau birokrat tidak diinjak kakinya sedikit, semaunya kan. Kewajiban (menggunakan e-procurement) itu tidak ada dalam peraturan kita," kata Agus di sela-sela acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin 11 Desember 2017.
Menurut dia, pemerintah berwenang memberikan sanski pada lembaga atau kementerian yang tidak menjalankan kewajiban.
"Kami sampaikan ke Presiden mudah-mudahan harus ada kewajiban. Harus, nginjek kaki itu juga kalau tidak melaksanakan ada sanksinya," ujar dia.
Agus mengaku optimistis sistem e-procurement dapat menekan penyelewengan dan kecurangan pengelolaan anggaran pengadaan barang dan jasa. Lembaga penegak hukum dan masyarakat dapat lebih mudah mengawasi proses pengadaan barang dan jasa.
"E-procurement itu hemat 10 persen. Jadi kalau masuk (dalam sistem e-procurement) Rp900 triliun, Rp90 triliun bisa dihemat," pungkas Agus.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Presiden Joko Widodo mewajibkan lembaga dan kementerian di kabinetnya memasukkan program pengadaan barang dan jasa dalam sistem e-procurement. Sistem itu dinilai dapat mencegah praktik korupsi pengadaan barang dan jasa.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan sekitar Rp900 triliun dari Rp2.200 triliun dana APBN saat ini dialokasikan untuk pengadaan barang dan jasa. Namun, baru sekitar Rp350 triliun yang masuk sistem e-procurement.
Rendahnya anggaran pengadaan barang dan jasa yang masuk dalam sistem e-procurement akibat tidak adanya aturan yang mewajibkan kementerian dan lembaga menggunakan sistem tersebut.
"Dari potensi Rp900 triliun baru Rp350 triliun masuk e-procurement. Kalau birokrat tidak diinjak kakinya sedikit, semaunya kan. Kewajiban (menggunakan e-procurement) itu tidak ada dalam peraturan kita," kata Agus di sela-sela acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin 11 Desember 2017.
Menurut dia, pemerintah berwenang memberikan sanski pada lembaga atau kementerian yang tidak menjalankan kewajiban.
"Kami sampaikan ke Presiden mudah-mudahan harus ada kewajiban. Harus, nginjek kaki itu juga kalau tidak melaksanakan ada sanksinya," ujar dia.
Agus mengaku optimistis sistem e-procurement dapat menekan penyelewengan dan kecurangan pengelolaan anggaran pengadaan barang dan jasa. Lembaga penegak hukum dan masyarakat dapat lebih mudah mengawasi proses pengadaan barang dan jasa.
"E-procurement itu hemat 10 persen. Jadi kalau masuk (dalam sistem e-procurement) Rp900 triliun, Rp90 triliun bisa dihemat," pungkas Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)
