medcom.id, Jakarta: Sekretaris Jenderal International Conference for Islamic Scholars (ICIS), KH Ahmad Hasyim Muzadi, menilai keputusan negara mengeksekusi mati terpidana mati kasus narkoba sudah benar dan sesuai prosedur hukum.
Hasyim yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini menjelaskan mengapa menggunakan kata "negara". Karena, menurutnya, eksekusi ini melalui proses penyidikan, pengadilan sampai tingkat yang tertinggi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan presiden.
“Jadi, tidak semata-mata keputusan eksekutif, tapi keputusan negara,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/8/2016).
Dia pun menyebut, secara individual tak mampunyai hak hukum untuk menganulirnya. Dengan pengecualian, jika ada novum baru yang bisa membatalkan proses pengadilan yang telah berketetapan hukum tetap (inkracht).
Mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini menyayangkan sikap sebagian kalangan yang terpaku dengan isu-isu pelemahan perlawanan terhadap perdagangan narkoba.
Terkait informasi Freddy Budiman tentang dugaan penyuapan terhadap pejabat negara, Hasyim meminta aparat mengusutnya.
"Jika benar, tentu harus ada evaluasi mendasar dan besar-besaran terhadap pihak yang terlibat. Jika tidak terbukti, ini adalah fitnah yang harus juga dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Hasyim mengkritik sikap sejumlah negara yang cenderung lebih mempersoalkan keputusan hukuman mati dan membela terhukum, baik melalui isu HAM, tidak efektifnya hukuman mati, atau gerakan Amnesty Internasional.
Ini berbeda jauh dengan sikap mereka terhadap isu terorisme. Banyak negara lain membantu Indonesia baik berupa pelatihan, dukungan moral, dan hukum internasional.
Padahal, menurut Hasyim, Isu HAM seakan-akan hanya diterapkan terhadap terhukum, tidak dihitung jumlah korban yang dirampas hak hidupnya oleh serangan narkoba. “Hak hidup adalah hak asasi manusia yang paling mendasar,” tuturnya.
Dia mengimbau tokoh-tokoh bangsa berpihak kepada keselamatan negara daripada terjebak isu-isu yang dialamatkan ke Indonesia secara beruntun dan disengaja dengan tujuan mempersulit negara.
medcom.id, Jakarta: Sekretaris Jenderal International Conference for Islamic Scholars (ICIS), KH Ahmad Hasyim Muzadi, menilai keputusan negara mengeksekusi mati terpidana mati kasus narkoba sudah benar dan sesuai prosedur hukum.
Hasyim yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini menjelaskan mengapa menggunakan kata "negara". Karena, menurutnya, eksekusi ini melalui proses penyidikan, pengadilan sampai tingkat yang tertinggi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan presiden.
“Jadi, tidak semata-mata keputusan eksekutif, tapi keputusan negara,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/8/2016).
Dia pun menyebut, secara individual tak mampunyai hak hukum untuk menganulirnya. Dengan pengecualian, jika ada novum baru yang bisa membatalkan proses pengadilan yang telah berketetapan hukum tetap (inkracht).
Mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini menyayangkan sikap sebagian kalangan yang terpaku dengan isu-isu pelemahan perlawanan terhadap perdagangan narkoba.
Terkait informasi Freddy Budiman tentang dugaan penyuapan terhadap pejabat negara, Hasyim meminta aparat mengusutnya.
"Jika benar, tentu harus ada evaluasi mendasar dan besar-besaran terhadap pihak yang terlibat. Jika tidak terbukti, ini adalah fitnah yang harus juga dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Hasyim mengkritik sikap sejumlah negara yang cenderung lebih mempersoalkan keputusan hukuman mati dan membela terhukum, baik melalui isu HAM, tidak efektifnya hukuman mati, atau gerakan Amnesty Internasional.
Ini berbeda jauh dengan sikap mereka terhadap isu terorisme. Banyak negara lain membantu Indonesia baik berupa pelatihan, dukungan moral, dan hukum internasional.
Padahal, menurut Hasyim, Isu HAM seakan-akan hanya diterapkan terhadap terhukum, tidak dihitung jumlah korban yang dirampas hak hidupnya oleh serangan narkoba. “Hak hidup adalah hak asasi manusia yang paling mendasar,” tuturnya.
Dia mengimbau tokoh-tokoh bangsa berpihak kepada keselamatan negara daripada terjebak isu-isu yang dialamatkan ke Indonesia secara beruntun dan disengaja dengan tujuan mempersulit negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)