Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum supir mantan Dirjen Bina Keuda Kemendagri Ardian Noervianto, Muhammad Dani S. Dani mangkir dari pemanggilan penyidik sebagai saksi kasus dugaan suap pengajuan pinjaman dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) daerah pada 2021 pada Senin, 14 Februari 2022.
"Tidak hadir dan tanpa konfirmasi," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 15 Februari 2022.
KPK bakal memanggil ulang Dani. Lembaga Antikorupsi mengultimatum Dani untuk hadir dalam pemeriksaan berikutnya.
"KPK mengingatkan yang bersangkutan untuk kooperatif hadir pada penjadwalan pemeriksaan berikutnya oleh tim penyidik," ujar Ali.
KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap pengajuan dana PEN daerah untuk Kabupaten Kolaka Timur pada 2021. Mereka, yakni mantan Direktur Jenderal Keuangan Daerah (Dirjen Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto, Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar.
Kasus ini bermula saat Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur meminta bantuan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar dipertemukan dengan Ardian sekitar Maret 2021. Andi dan Ardian kemudian bertemu sekitar Mei 2021. Dalam pertemuan itu, Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN untuk Kolaka Timur sebesar Rp350 miliar.
Atas permintaan itu, Ardian diduga meminta jatah tiga persen dari nilai pengajuan pinjaman ke Andi. Beberapa waktu setelahnya Andi mengirimkan Rp2 miliar dengan pecahan dua mata uang asing melalui bantuan Laode untuk Ardian.
Baca: KPK Panggil Supir Ardian Noervianto
Setelah uang muka itu diterima, Ardian langsung mengerjakan permintaan pinjaman PEN Kolaka Timur dengan membuat draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan. Laode juga diminta membantu proses permintaan dana ini oleh Ardian.
Andi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Ardian dan Laode disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Jakarta:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum supir mantan Dirjen Bina Keuda Kemendagri Ardian Noervianto, Muhammad Dani S. Dani mangkir dari pemanggilan penyidik sebagai saksi kasus
dugaan suap pengajuan pinjaman dana
pemulihan ekonomi nasional (PEN) daerah pada 2021 pada Senin, 14 Februari 2022.
"Tidak hadir dan tanpa konfirmasi," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 15 Februari 2022.
KPK bakal memanggil ulang Dani. Lembaga Antikorupsi mengultimatum Dani untuk hadir dalam pemeriksaan berikutnya.
"KPK mengingatkan yang bersangkutan untuk kooperatif hadir pada penjadwalan pemeriksaan berikutnya oleh tim penyidik," ujar Ali.
KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap pengajuan dana PEN daerah untuk Kabupaten Kolaka Timur pada 2021. Mereka, yakni mantan Direktur Jenderal Keuangan Daerah (Dirjen Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto, Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar.
Kasus ini bermula saat Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur meminta bantuan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar dipertemukan dengan Ardian sekitar Maret 2021. Andi dan Ardian kemudian bertemu sekitar Mei 2021. Dalam pertemuan itu, Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN untuk Kolaka Timur sebesar Rp350 miliar.
Atas permintaan itu, Ardian diduga meminta jatah tiga persen dari nilai pengajuan pinjaman ke Andi. Beberapa waktu setelahnya Andi mengirimkan Rp2 miliar dengan pecahan dua mata uang asing melalui bantuan Laode untuk Ardian.
Baca:
KPK Panggil Supir Ardian Noervianto
Setelah uang muka itu diterima, Ardian langsung mengerjakan permintaan pinjaman PEN Kolaka Timur dengan membuat draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan. Laode juga diminta membantu proses permintaan dana ini oleh Ardian.
Andi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Ardian dan Laode disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)