Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karsa Makassar (SKM) Wahyudi Hardi (WH) sebagai tersangka terkait suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Ia menyuap Hakim Yustisial Edy Wibowo (EW) senilai Rp3,7 miliar.
"Sebagai bentuk komitmen tanda jadi, WH diduga memberikan sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp3,7 miliar kepada EW yang menjabat Hakim Yustisial sekaligus panitera pengganti MA yang diterima melalui ASN MA, MH (Muhajir Habibie) dan AB (Albasri), sebagai perwakilan sekaligus orang kepercayaannya," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 17 Februari 2023.
Edy sudah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini. Ia ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Desember 2022.
Kasus ini bermula ketika Wahyudi digugat terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Negeri Makassar oleh PT Mulya Husada Jaya (MHJ). Pada putusannya majelis hakim menyatakan, Yayasan Rumah Sakit SKM dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.
"Dengan putusan tersebut, pihak Yayasan Rumah Sakit SKM lantas mengajukan upaya hukum kasasi ke MA yang salah satu isi permohonannya agar putusan di tingkat pertama ditolak dan memutus Yayasan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit," ujar Nurul Ghufron.
Kemudian, Wahyudi berinisiatif menyiapkan sejumlah uang. Ia melakukan pendekatan serta berkomunikasi intens dengan meminta Muhajir dan Albasri untuk membantu mengawal proses kasasi perkara yang panitera penggantinya kala itu ialah Edy Wibowo.
Lalu, proses penyerahan uang itu terjadi di MA saat proses kasasi. Pemberian uang itu untuk mempengaruhi isi putusan.
"Setelah uang diberikan maka putusan kasasi yang diinginkan WH dikabulkan dan isi putusan menyatakan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit," jelas Ghufron.
Wahyudi menambah panjang jumlah tersangka pada kasus suap penanganan perkara di MA. Total ada 15 tersangka pada perkara ini termasuk Wahyudi.
Para tersangka itu yakni Hakim Yustisial, Edy Wibowo; Hakim Agung, Gazalba Saleh; Hakim Yustisial, Prasetio Nugroho; dan staf Gazalba, Redhy Novarisza.
Kemudian, Hakim Agung, Sudrajad Dimyati; Hakim Yudisial atau panitera pengganti, Elly Tri Pangestu (ETP); dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua ASN di MA, Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Kemudian, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Wahyudi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menetapkan Ketua Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karsa Makassar (SKM) Wahyudi Hardi (WH) sebagai tersangka terkait
suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Ia menyuap Hakim Yustisial Edy Wibowo (EW) senilai Rp3,7 miliar.
"Sebagai bentuk komitmen tanda jadi, WH diduga memberikan sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp3,7 miliar kepada EW yang menjabat Hakim Yustisial sekaligus panitera pengganti MA yang diterima melalui ASN MA, MH (Muhajir Habibie) dan AB (Albasri), sebagai perwakilan sekaligus orang kepercayaannya," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 17 Februari 2023.
Edy sudah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini. Ia ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Desember 2022.
Kasus ini bermula ketika Wahyudi digugat terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Negeri Makassar oleh PT Mulya Husada Jaya (MHJ). Pada putusannya majelis hakim menyatakan, Yayasan Rumah Sakit SKM dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.
"Dengan putusan tersebut, pihak Yayasan Rumah Sakit SKM lantas mengajukan upaya hukum kasasi ke MA yang salah satu isi permohonannya agar putusan di tingkat pertama ditolak dan memutus Yayasan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit," ujar Nurul Ghufron.
Kemudian, Wahyudi berinisiatif menyiapkan sejumlah uang. Ia melakukan pendekatan serta berkomunikasi intens dengan meminta Muhajir dan Albasri untuk membantu mengawal proses kasasi perkara yang panitera penggantinya kala itu ialah Edy Wibowo.
Lalu, proses penyerahan uang itu terjadi di MA saat proses kasasi. Pemberian uang itu untuk mempengaruhi isi putusan.
"Setelah uang diberikan maka putusan kasasi yang diinginkan WH dikabulkan dan isi putusan menyatakan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit," jelas Ghufron.
Wahyudi menambah panjang jumlah tersangka pada kasus
suap penanganan perkara di MA. Total ada 15 tersangka pada perkara ini termasuk Wahyudi.
Para tersangka itu yakni Hakim Yustisial, Edy Wibowo; Hakim Agung, Gazalba Saleh; Hakim Yustisial, Prasetio Nugroho; dan staf Gazalba, Redhy Novarisza.
Kemudian, Hakim Agung, Sudrajad Dimyati; Hakim Yudisial atau panitera pengganti, Elly Tri Pangestu (ETP); dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua ASN di MA, Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Kemudian, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Wahyudi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)