Jakarta: Satuan Tugas (Satgas) Madago Raya memburu empat teroris kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso, Sulawesi Tengah. Perburuan teroris yang masuk daftar pencarian orang (DPO) itu tidak mudah karena medan berat.
"Bisa bayangkan ya, bayangkan bahwa lokasi itu tidak seperti Jakarta," kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono saat dikonfirmasi,Rabu, 22 September 2021.
Dia menyebut medan di Poso bukan jalan yang mulus, melainkan pegunungan berkabut. Bahkan, butuh waktu tiga hari berjalan kaki ke tempat persembunyian empat DPO tersebut.
"Naik turun tiga hari. Kemudian belum nanti oksigen sendiri di sana terbatas, kan begitu. Jadi tentunya dengan liku-liku dan hutan dan kabut itu ya," tutur jenderal bintang dua itu.
Baca: Ini Tampang 4 DPO Teroris MIT Poso
Menurut Argo, para teroris MIT Poso itu sudah lama tinggal di hutan. Sehingga, mereka menguasai medan dan bisa mendeteksi keberadaan manusia atau hewan hanya melalui suara.
"Misalnya ada bunyi 'kresek', itu kan (mereka) paham juga, 'oh itu bunyi kaki manusia. Oh itu bunyi ular'. Dia akan paham karena sudah lama di sana," terang Argo.
Di sisi lain, dia menyebut masyarakat sekitar enggan memberikan informasi kepada TNI-Polri mengenai keberadaan buronan. Karena keselamatan mereka terancam.
"Kadang masyarakat pun ketakutan. Kalau masyarakat ngomong apa adanya, nanti kalau dia diancam bagaimana? Dia juga tetap sebagai manusiawi was was juga di sana," ungkap Argo.
TNI-Polri yang tergabung dalam Satgas Madago Raya tengah memburu empat DPO teroris Poso. Tampang keempat DPO itu pun telah disebar.
Keempat anak buah Ali Kalora itu ialah Askar alias Jaid alias Pak Guru, Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang, Nae alias Galuh alias Mukhlas, dan Suhardin alias Hasan Pranata. Ali Kalora tewas saat kontak tembak di Pegunungan Desa Astina, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong sekitar pukul 17:20 Wita pada Sabtu, 18 September 2021.
Jakarta: Satuan Tugas (Satgas) Madago Raya memburu empat teroris kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso, Sulawesi Tengah. Perburuan
teroris yang masuk daftar pencarian orang (DPO) itu tidak mudah karena medan berat.
"Bisa bayangkan ya, bayangkan bahwa lokasi itu tidak seperti Jakarta," kata Kadiv Humas
Polri Irjen Argo Yuwono saat dikonfirmasi,Rabu, 22 September 2021.
Dia menyebut medan di
Poso bukan jalan yang mulus, melainkan pegunungan berkabut. Bahkan, butuh waktu tiga hari berjalan kaki ke tempat persembunyian empat DPO tersebut.
"Naik turun tiga hari. Kemudian belum nanti oksigen sendiri di sana terbatas, kan begitu. Jadi tentunya dengan liku-liku dan hutan dan kabut itu ya," tutur jenderal bintang dua itu.
Baca:
Ini Tampang 4 DPO Teroris MIT Poso
Menurut Argo, para teroris MIT Poso itu sudah lama tinggal di hutan. Sehingga, mereka menguasai medan dan bisa mendeteksi keberadaan manusia atau hewan hanya melalui suara.
"Misalnya ada bunyi 'kresek', itu kan (mereka) paham juga, 'oh itu bunyi kaki manusia. Oh itu bunyi ular'. Dia akan paham karena sudah lama di sana," terang Argo.
Di sisi lain, dia menyebut masyarakat sekitar enggan memberikan informasi kepada TNI-Polri mengenai keberadaan buronan. Karena keselamatan mereka terancam.
"Kadang masyarakat pun ketakutan. Kalau masyarakat ngomong apa adanya, nanti kalau dia diancam bagaimana? Dia juga tetap sebagai manusiawi was was juga di sana," ungkap Argo.
TNI-Polri yang tergabung dalam Satgas Madago Raya tengah memburu empat DPO teroris Poso. Tampang keempat DPO itu pun telah disebar.
Keempat anak buah Ali Kalora itu ialah Askar alias Jaid alias Pak Guru, Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang, Nae alias Galuh alias Mukhlas, dan Suhardin alias Hasan Pranata. Ali Kalora tewas saat kontak tembak di Pegunungan Desa Astina, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong sekitar pukul 17:20 Wita pada Sabtu, 18 September 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)
