Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy mengatur pemenang proyek di wilayahnya. Pemenang proyek diduga kontraktor yang sudah memberikan uang ke Richard.
Informasi ini diulik dari empat saksi, yakni Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Ambon, Sirjohn Slarmanat; mantan Ketua Pokja II UKPBJ Ambon, Ivonny Alexandra W Latuputty; dan dua anggota Pokja UKPBJ, Jermias F Tuhumena serta Charly Tomasoa. Mereka diperiksa pada Selasa, 7 Juni 2022.
"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dugaan adanya arahan dari tersangka RL (Richard Louhenapessy) selaku wali kota agar berbagai proyek di Pemkot Ambon dikondisikan pemenangnya dengan menyetor sejumlah uang," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Rabu, 8 Juni 2022.
Ali enggan memerinci total uang yang harus dibayarkan untuk memenangkan proyek. KPK memastikan penerimaan uang itu bakal dipermasalahkan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Richard Louhenapessy ditetapkan tersangka kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Ambon pada 2020. Dia juga jadi tersangka gratifikasi.
Dua pihak juga ditetapkan sebagai tersangka yakni, Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri (AR). Amri masih dinyatakan buron.
Richard diduga mematok Rp25 juta kepada Amri untuk menyetujui dan menerbitkan dokumen izin ritel. Dokumen itu berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Baca: Walkot Nonaktif Ambon Diduga Terima Suap dari Peserta Lelang
Selain itu, Amri juga mengguyur Richard sebesar Rp500 juta. Fulus itu untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail. Uang diberikan bertahap melalui Andrew.
KPK juga mengendus Richard menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi. Namun, hal itu masih didalami lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.
Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menduga Wali Kota nonaktif Ambon
Richard Louhenapessy mengatur pemenang proyek di wilayahnya. Pemenang
proyek diduga kontraktor yang sudah memberikan uang ke Richard.
Informasi ini diulik dari empat saksi, yakni Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Ambon, Sirjohn Slarmanat; mantan Ketua Pokja II UKPBJ Ambon, Ivonny Alexandra W Latuputty; dan dua anggota Pokja UKPBJ, Jermias F Tuhumena serta Charly Tomasoa. Mereka diperiksa pada Selasa, 7 Juni 2022.
"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dugaan adanya arahan dari tersangka RL (Richard Louhenapessy) selaku wali kota agar berbagai proyek di Pemkot Ambon dikondisikan pemenangnya dengan menyetor sejumlah uang," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Rabu, 8 Juni 2022.
Ali enggan memerinci total uang yang harus dibayarkan untuk memenangkan proyek. KPK memastikan penerimaan uang itu bakal dipermasalahkan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Richard Louhenapessy ditetapkan tersangka kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Ambon pada 2020. Dia juga jadi tersangka gratifikasi.
Dua pihak juga ditetapkan sebagai tersangka yakni, Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri (AR). Amri masih dinyatakan buron.
Richard diduga mematok Rp25 juta kepada Amri untuk menyetujui dan menerbitkan dokumen izin ritel. Dokumen itu berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Baca:
Walkot Nonaktif Ambon Diduga Terima Suap dari Peserta Lelang
Selain itu, Amri juga mengguyur Richard sebesar Rp500 juta. Fulus itu untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail. Uang diberikan bertahap melalui Andrew.
KPK juga mengendus Richard menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi. Namun, hal itu masih didalami lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.
Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)