Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal membahas penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa yang menjerat Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Henri Alfiandi. Pembahasan dilakukan bersama Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menunggu pimpinan Lembaga Antirasuah komplit.
"Kalau pimpinan sudah lengkap semua (baru bahas dengan Panglima TNI), kebetulan Ketua (Ketua KPK Firli Bahuri) lagi perjalanan dinas ke Manado," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Jakarta, Jumat, 28 Juli 2023.
Nawawi menjelaskan pimpinan KPK bakal lengkap pada Senin, 31 Juli 2023. Pertemuan dengan Yudo direncanakan sehari setelah itu.
"Kita jadwalkan kalau, hari Senin barangkali atau hari Selasa," ucap Nawawi.
Dia menyebut pembahasan penanganan kasus dengan Yudo sangat penting. Sehingga, agar perkara Henri tidak berakhir seperti kasus Helikopter AW-101.
"Itu yang akan kita bicarakan dengan Panglima," ujar Nawawi.
KPK tengah menyelidiki dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, dan Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.
Kasus ini bermula ketika Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama yakni pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Lalu, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni yang ingin mendapatkan proyek itu melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri. Lalu, timbullah kesepakatan jahat dalam pembahasan yang dibangun.
Ketiga orang itu diminta Henri menyiapkan fee sepuluh persen dari nilai kontrak. Duit itu membuat mereka mendapatkan proyek dengan mudah.
KPK juga menemukan penerimaan lain yang dilakukan Henri dalam periode 2021 sampai 2023. Totalnya ditaksir mencapai Rp88,3 miliar.
Dalam kasus ini, Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Henri dan Afri penanganannya bakal dikoordinasikan dengan Puspom TNI. Kebijakan itu dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) bakal membahas penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa yang menjerat Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Henri Alfiandi. Pembahasan dilakukan bersama Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menunggu pimpinan Lembaga Antirasuah komplit.
"Kalau pimpinan sudah lengkap semua (baru bahas dengan
Panglima TNI), kebetulan Ketua (Ketua KPK Firli Bahuri) lagi perjalanan dinas ke Manado," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Jakarta, Jumat, 28 Juli 2023.
Nawawi menjelaskan pimpinan KPK bakal lengkap pada Senin, 31 Juli 2023. Pertemuan dengan Yudo direncanakan sehari setelah itu.
"Kita jadwalkan kalau, hari Senin barangkali atau hari Selasa," ucap Nawawi.
Dia menyebut pembahasan penanganan kasus dengan Yudo sangat penting. Sehingga, agar perkara Henri tidak berakhir seperti kasus Helikopter AW-101.
"Itu yang akan kita bicarakan dengan Panglima," ujar Nawawi.
KPK tengah menyelidiki dugaan suap pengadaan barang dan jasa di
Basarnas. KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, dan Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.
Kasus ini bermula ketika Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama yakni pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Lalu, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni yang ingin mendapatkan proyek itu melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri. Lalu, timbullah kesepakatan jahat dalam pembahasan yang dibangun.
Ketiga orang itu diminta Henri menyiapkan fee sepuluh persen dari nilai kontrak. Duit itu membuat mereka mendapatkan proyek dengan mudah.
KPK juga menemukan penerimaan lain yang dilakukan Henri dalam periode 2021 sampai 2023. Totalnya ditaksir mencapai Rp88,3 miliar.
Dalam kasus ini, Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Henri dan Afri penanganannya bakal dikoordinasikan dengan Puspom TNI. Kebijakan itu dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)