medcom.id, Jakarta: Rumah Perlindungan Sosial Anak (RSPA) Handayani milik Kementerian Sosial menampung tujuh anak asal Afghanistan korban perdagangan manusia. Ketujuh anak itu berusia sembilan tahun hingga lima belas tahun.
"Sebetulnya pada sisi kemanusiaan, perlindungan anak sifatnya borderless. Kita menyiapkan perlindungannya di sini," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di RPSA Handayani, Jalan PPA, Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur, Senin (28/3/2016).
Ketujuh anak berjenis kelamin laki-laki itu dibawa Kemensos dari pelataran Kantor UNHCR. Mereka mengakui dibawa seseorang dan akan menuju Australia. Kemensos akan berkoordinasi dengan Kemenlu mengenai nasib ketujuh anak itu.
"Mereka akan tinggal selama enam bulan. Anak-anak itu tidak dalam pendampingan orang tuanya. Selanjutnya kita komunikasikan dengan Kemenlu," terang Khofifah
Mohammed, 15, salah satu anak asal Afghanistan korban perdagangan manusia, mengaku senang tinggal di shelter daripada harus kembali ke negara asalnya. "Saya senang sudah satu bulan. Negara saya tidak aman. Saya harap tinggal di sini dua atau tiga tahun," paparnya dalam Bahasa Inggris dicampur dengan Bahasa Indonesia terbata-bata.
medcom.id, Jakarta: Rumah Perlindungan Sosial Anak (RSPA) Handayani milik Kementerian Sosial menampung tujuh anak asal Afghanistan korban perdagangan manusia. Ketujuh anak itu berusia sembilan tahun hingga lima belas tahun.
"Sebetulnya pada sisi kemanusiaan, perlindungan anak sifatnya borderless. Kita menyiapkan perlindungannya di sini," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di RPSA Handayani, Jalan PPA, Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur, Senin (28/3/2016).
Ketujuh anak berjenis kelamin laki-laki itu dibawa Kemensos dari pelataran Kantor UNHCR. Mereka mengakui dibawa seseorang dan akan menuju Australia. Kemensos akan berkoordinasi dengan Kemenlu mengenai nasib ketujuh anak itu.
"Mereka akan tinggal selama enam bulan. Anak-anak itu tidak dalam pendampingan orang tuanya. Selanjutnya kita komunikasikan dengan Kemenlu," terang Khofifah
Mohammed, 15, salah satu anak asal Afghanistan korban perdagangan manusia, mengaku senang tinggal di shelter daripada harus kembali ke negara asalnya. "Saya senang sudah satu bulan. Negara saya tidak aman. Saya harap tinggal di sini dua atau tiga tahun," paparnya dalam Bahasa Inggris dicampur dengan Bahasa Indonesia terbata-bata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)
