Pengamat Hukum Internasional Hikmahanto Juwana/MI/Atet Dwi Pramadia
Pengamat Hukum Internasional Hikmahanto Juwana/MI/Atet Dwi Pramadia

Tak Adil Bebankan Pembebasan Sandera kepada Pemerintah

Antara • 10 Agustus 2016 11:34
medcom.id, Jakarta: Pengamat hukum internasional Hikmahanto Juwana menilai langkah pemerintah sudah tepat memoratorium pengiriman batu bara ke Filipina dan melarang ABK melintasi jalur pelayaran berbahaya. Ia memandang tak adil pemerintah bertanggung jawab terhadap pembebasan sebelas WNI sandera Abu Sayyaf. Apalagi, imbauan pemerintah kerap diabaikan perusahaan.
 
"Misalnya, kapal berbendera Malaysia (yang dibajak), adil tidak kalau mereka disandera tetapi pemerintah kita yang turun tangan? Penculik minta tebusan, pemerintah Indonesia tidak bisa mendesak perusahaan untuk membayar, sedangkan pemerintah Malaysia angkat tangan," kata Hikmahanto ketika dihubungi, Rabu (10/8/2016).
 
Hikmahanto menegaskan, pemerintah harus mempertegas peringatan jalur-jalur maritim berbahaya di sekitar perairan Malaysia dan Filipina. Tapi pemerintah tak bisa bekerja sendiri. ABK yang bekerja di kapal asing harus memahami mereka memiliki 'harga' tersendiri di mata penyandera. Buktinya, dua bulan terakhir penyandera terkesan hanya menarget WNI.

Di sisi lain, meski dibantah pemerintah, Hikmahanto menduga motif penyanderaan merupakan buntut pembebasan sepuluh WNI, Mei 2016. Penyandera disebut memperoleh tebusan 50 juta peso atau Rp14 miliar.
 
Ia juga memandang pembayaran tebusan tak menunjukkan ketegasan Indonesia. Tebusan juga memberi kesan Indonesia membantu Abu Sayyaf melancarkan pemberontakan terhadap pemerintah sah Filipina.
 
"Sementara kalau kita melihat Kanada dan Norwegia, mereka tidak membayar tebusan meskipun warganya sampai dieksekusi. Empat warga Malaysia (yang disandera) juga belum dibebaskan sampai sekarang karena mereka tegas tidak mau membayar," ucapnya.
 
Hingga saat ini, sebelas WNI masih ditahan Abu Sayyaf. Kasus terakhir ialah penyanderaan Herman Bin Manggak, warga asal Bulukumba, Sulawesi Selatan, yang merupakan kapten kapal penangkap udang berbendera Malaysia. Herman diculik di wilayah Kinabatangan, Sabah, Malaysia, 3 Agustus. Sementara itu, dua ABK kapal masing-masing berkewarganegaraan Indonesia dan Malaysia, telah dilepaskan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan