Jakarta: Penyuap Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe, Rijatono Lakka, segera diadili. Berkas perkara Direktur PT Tabi Bangun Papua itu akan dilimpahkan ke pengadilan.
"Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan segera diserahkan tim jaksa ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam waktu 14 hari kerja," kata juru bicara bidang penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 3 Maret 2023.
Ali mengatakan KPK telah meneliti keseluruhan alat bukti dalam berkas perkara penyidikan. Hal itu untuk menguatkan unsur-unsur pasal dugaan perbuatan pidana dari Rijatono.
Saat ini, Rijatono masih ditahan sembari menunggu surat dakwaan dilimpahkan ke pengadilan. Ia ditahan sampai dengan 22 Maret 2023 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Lukas terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Jakarta: Penyuap Gubernur nonaktif Papua
Lukas Enembe, Rijatono Lakka, segera diadili. Berkas perkara Direktur PT Tabi Bangun Papua itu akan dilimpahkan ke pengadilan.
"Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan segera diserahkan tim jaksa ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam waktu 14 hari kerja," kata juru bicara bidang penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 3 Maret 2023.
Ali mengatakan KPK telah meneliti keseluruhan alat bukti dalam berkas perkara penyidikan. Hal itu untuk menguatkan unsur-unsur pasal dugaan perbuatan pidana dari Rijatono.
Saat ini, Rijatono masih ditahan sembari menunggu surat dakwaan dilimpahkan ke pengadilan. Ia ditahan sampai dengan 22 Maret 2023 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Lukas terjerat kasus dugaan
suap dan
gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian
fee 14 persen dari nilai kontrak.
Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan
venue menembang
outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)