medcom.id, Jakarta: Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyebut kelemahan pemberantasan korupsi saat ini ada pada unsur penegak hukum. Kepolisian dan Kejaksaan dinilai tak terlalu masif melakukan pemberantasan korupsi sebagaimana yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sampai sekarang belum ada tanda-tanda bahwa kepolisian dan kejaksaan bisa diandalkan untuk melakukan pemberantasan korupsi. Terutama kalau kita kaitkan dengan korupsi di pusat-pusat kekuasaan," ungkap Refly, dalam Breaking News, Selasa 26 September 2017.
Refly menilai kepolisian maupun kejaksaan memang melakukan pengusutan dalam kasus korupsi, namun skalanya hanya di 'pinggiran.' Sedangkan KPK lebih bisa diandalkan untuk urusan pemberantasan korupsi di pusat kekuasaan, paling tidak yang melibatkan partai politik, atau yang berada di lingkungan kekuasaan seperti di Istana atau parlemen.
Refly mengatakan harus diakui bahwa bagaimanapun KPK tetap memiliki kelemahan dari sisi pemerintahannya. Namun perlu diingat bahwa prioritas yang harus dilakukan adalah pemberantasan korupsi. Dia pun mengaku tak bisa membayangkan apa jadinya kekuasaan di Indonesia jika KPK tak ambil bagian.
"Betapa senangnya mereka menerima suap dan gratifikasi karena tidak ada yang menyadap dan meng-OTT," kata Refly.
Karenanya, Refly menilai upaya pelemahan KPK seperti yang tengah dilakukan oleh Pansus Hak Angket semestinya tak perlu terjadi. Sebab terbukti bahwa keberadaan KPK dapat memberi efek jera terhadap mereka yang bersinggungan dengan pemerintahan ketika penegak hukum lain tak mampu melakukannya.
"Kalau seandainya KPK tidak ada maka kemungkinan kepolisian dan kejaksaan tidak akan melakukan OTT terhadap aktor utama kekuasaan," jelas Refly.
medcom.id, Jakarta: Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyebut kelemahan pemberantasan korupsi saat ini ada pada unsur penegak hukum. Kepolisian dan Kejaksaan dinilai tak terlalu masif melakukan pemberantasan korupsi sebagaimana yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sampai sekarang belum ada tanda-tanda bahwa kepolisian dan kejaksaan bisa diandalkan untuk melakukan pemberantasan korupsi. Terutama kalau kita kaitkan dengan korupsi di pusat-pusat kekuasaan," ungkap Refly, dalam
Breaking News, Selasa 26 September 2017.
Refly menilai kepolisian maupun kejaksaan memang melakukan pengusutan dalam kasus korupsi, namun skalanya hanya di 'pinggiran.' Sedangkan KPK lebih bisa diandalkan untuk urusan pemberantasan korupsi di pusat kekuasaan, paling tidak yang melibatkan partai politik, atau yang berada di lingkungan kekuasaan seperti di Istana atau parlemen.
Refly mengatakan harus diakui bahwa bagaimanapun KPK tetap memiliki kelemahan dari sisi pemerintahannya. Namun perlu diingat bahwa prioritas yang harus dilakukan adalah pemberantasan korupsi. Dia pun mengaku tak bisa membayangkan apa jadinya kekuasaan di Indonesia jika KPK tak ambil bagian.
"Betapa senangnya mereka menerima suap dan gratifikasi karena tidak ada yang menyadap dan meng-OTT," kata Refly.
Karenanya, Refly menilai upaya pelemahan KPK seperti yang tengah dilakukan oleh Pansus Hak Angket semestinya tak perlu terjadi. Sebab terbukti bahwa keberadaan KPK dapat memberi efek jera terhadap mereka yang bersinggungan dengan pemerintahan ketika penegak hukum lain tak mampu melakukannya.
"Kalau seandainya KPK tidak ada maka kemungkinan kepolisian dan kejaksaan tidak akan melakukan OTT terhadap aktor utama kekuasaan," jelas Refly.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)
