Jayapura: Ismail, seorang perantau asal Jember, Jawa Timur, menceritakan upayanya bersama para pengungsi lain saat menyelamatkan diri dari kerusuhan di Wamena, Jayawijaya, Papua, pada 23 September 2019.
Ismail mengungkapkan bahwa semula area tempat dia tinggal di Pikey, Wamena, tidak kena dampak demonstrasi mahasiswa karena warga setempat menentang aksi mereka. Namun, pembakaran kemudian terjadi dan memaksa warga mengungsi ke gereja di Pikey, bangunan yang tidak menjadi sasaran aksi massa.
"Para pelaku pembakaran bukan warga Wamena, melainkan dari daerah sekitarnya seperti dari Tiom dan Nduga. Dan itu diakui warga yang mengamankan para pengungsi," kata Ismail di tempat pengungsian aula Yonif 751 Raider di Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa, 1 Oktober 2019.
Ismail menuturkan warga asli Wamena dan pendeta di gereja Pikey membantu mengamankan sekitar 300 warga yang kena dampak kerusuhan di dalam gereja.
"Kami diselamatkan oleh warga asli Wamena dan pendeta di dalam gereja baptis di Pikey. Dan saat masuk ke dalam gereja diketahui mahasiswa, maka mereka meminta agar handphone dikumpul," ungkap Ismail.
Namun, Ismail mengaku jika HP-nya saat itu tidak ikut dikumpul dan digunakan untuk menelepon anggota Kodim 1702 Wamena. Ia melaporkan bila ada 300 orang disandera oleh mahasiswa yang berjaga-jaga di luar gereja.
Pada saat tersebut, menurut Ismail, para mahasiswa menyatakan akan memulangkan pengungsi dengan selamat kalau lima rekan mereka yang ditangkap aparat keamanan dilepaskan.
"Senin, 23 September malam, kami diperbolehkan keluar dari gereja dengan cara berbaris per kelompok. Kami terus diamati mahasiswa yang berjaga di luar gereja. Mereka tak berani macam-macam karena ada warga asli Wamena yang menjaga kami," sambung Ismail.
Ismail menambahkan sebelum diamankan di gereja baptis, dia sempat membawa dua anak pemilik rumah makan Padang di kawasan Pikey, lari ke kebun dan bersembunyi di kandang babi.
Bersama pengungsi yang lain, Ismail dievakuasi dari Wamena pada Selasa, 1 Oktober 2019 pagi, menggunakan pesawat Hercules TNI Angkatan Udara. Saat ini dalam keadaan tidak punya harta benda lagi, Ismail berharap bisa mendapat bantuan untuk pulang ke kampung halamannya.
Sebelumnya, demonstrasi yang berujung kerusuhan di Wamena tidak hanya menyebabkan kerusakan rumah warga, perkantoran, dan fasilitas umum, namun juga menyebabkan lebih dari 30 orang meninggal.
Jayapura: Ismail, seorang perantau asal Jember, Jawa Timur, menceritakan upayanya bersama para pengungsi lain saat menyelamatkan diri dari kerusuhan di Wamena, Jayawijaya, Papua, pada 23 September 2019.
Ismail mengungkapkan bahwa semula area tempat dia tinggal di Pikey, Wamena, tidak kena dampak demonstrasi mahasiswa karena warga setempat menentang aksi mereka. Namun, pembakaran kemudian terjadi dan memaksa warga mengungsi ke gereja di Pikey, bangunan yang tidak menjadi sasaran aksi massa.
"Para pelaku pembakaran bukan warga Wamena, melainkan dari daerah sekitarnya seperti dari Tiom dan Nduga. Dan itu diakui warga yang mengamankan para pengungsi," kata Ismail di tempat pengungsian aula Yonif 751 Raider di Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa, 1 Oktober 2019.
Ismail menuturkan warga asli Wamena dan pendeta di gereja Pikey membantu mengamankan sekitar 300 warga yang kena dampak kerusuhan di dalam gereja.
"Kami diselamatkan oleh warga asli Wamena dan pendeta di dalam gereja baptis di Pikey. Dan saat masuk ke dalam gereja diketahui mahasiswa, maka mereka meminta agar
handphone dikumpul," ungkap Ismail.
Namun, Ismail mengaku jika HP-nya saat itu tidak ikut dikumpul dan digunakan untuk menelepon anggota Kodim 1702 Wamena. Ia melaporkan bila ada 300 orang disandera oleh mahasiswa yang berjaga-jaga di luar gereja.
Pada saat tersebut, menurut Ismail, para mahasiswa menyatakan akan memulangkan pengungsi dengan selamat kalau lima rekan mereka yang ditangkap aparat keamanan dilepaskan.
"Senin, 23 September malam, kami diperbolehkan keluar dari gereja dengan cara berbaris per kelompok. Kami terus diamati mahasiswa yang berjaga di luar gereja. Mereka tak berani macam-macam karena ada warga asli Wamena yang menjaga kami," sambung Ismail.
Ismail menambahkan sebelum diamankan di gereja baptis, dia sempat membawa dua anak pemilik rumah makan Padang di kawasan Pikey, lari ke kebun dan bersembunyi di kandang babi.
Bersama pengungsi yang lain, Ismail dievakuasi dari Wamena pada Selasa, 1 Oktober 2019 pagi, menggunakan pesawat Hercules TNI Angkatan Udara. Saat ini dalam keadaan tidak punya harta benda lagi, Ismail berharap bisa mendapat bantuan untuk pulang ke kampung halamannya.
Sebelumnya, demonstrasi yang berujung kerusuhan di Wamena tidak hanya menyebabkan kerusakan rumah warga, perkantoran, dan fasilitas umum, namun juga menyebabkan lebih dari 30 orang meninggal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)