medcom.id, Kupang: Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Namun, semenjak itu pula, enam kecamatan Kupang, Nusa Tenggara Timur terisolasi.
Tercatat ada paling tidak 52 ribu penduduk pada enam kecamatan itu, Amfoang Timur, Amfoang Utara, Amfoang Selatan, Amfoang Barat Laut, Amfoang Barat Daya, dan Amfoang Tengah.
Sebab, pada musim hujan seperti ini, wilayah 1.679 kilometer persegi itu terkurung banjir yang mengakibatkan warga tidak bisa ke mana-mana.
Maklum saja, wilayah tersebut dilintasi sedikitnya 100 sungai besar dan kecil. Sungai-sungai ini selalu meluap pada musim hujan.
Mobilitas warga pun terganggu. Mau bilang apa? Tidak ada jembatan bagi mereka untuk menyeberang sungai. Mereka hanya bisa menanti di seberang sungai sampai banjir surut.
"Sungai masih meluap sehingga warga tidak bisa menyeberang," kata Anggota DPRD Kabupaten Kupang, Deasy Ballo, Kamis (5/2/2015).
Pada musim kemarau, jarak tempuh dari Kota Kupang ke Amfoang sekitar 150 kilometer. Jika ditempuh dengan kendaran roda dua dan empat memakan waktu selama satu hari. Lamanya waktu tempuh disebabkan oleh ruas jalan yang belum beraspal.
Kondisi ini mendorong ratusan warga yang dipimpin tokoh masyarakatnya menemui Ketua DPRD NTT Anwar Pua Geno untuk menyerahkan dokumen usulan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Amfoang.
“Tidak ada kepentingan politik dibalik pemekaran ini. Murni hanya untuk mendekatkan pelayanan dan pembangunan di daerah itu,” ujar Raja Amfoang Robi Manoh yang kini menjabat anggota dewan Kabupaten Kupang.
Ia minta usulan pemekaran dipertimbangkan karena wilayah ini juga berbatasan Distrik Oekusi, Timor Leste yang gencar melakukan pembangunan pelabuhan dan bandar udara internasional. Batek, pulau terluar yang terletak di perbatasan Indonesia-Timor Leste juga masuk wilayah Amfoang.
medcom.id, Kupang: Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Namun, semenjak itu pula, enam kecamatan Kupang, Nusa Tenggara Timur terisolasi.
Tercatat ada paling tidak 52 ribu penduduk pada enam kecamatan itu, Amfoang Timur, Amfoang Utara, Amfoang Selatan, Amfoang Barat Laut, Amfoang Barat Daya, dan Amfoang Tengah.
Sebab, pada musim hujan seperti ini, wilayah 1.679 kilometer persegi itu terkurung banjir yang mengakibatkan warga tidak bisa ke mana-mana.
Maklum saja, wilayah tersebut dilintasi sedikitnya 100 sungai besar dan kecil. Sungai-sungai ini selalu meluap pada musim hujan.
Mobilitas warga pun terganggu. Mau bilang apa? Tidak ada jembatan bagi mereka untuk menyeberang sungai. Mereka hanya bisa menanti di seberang sungai sampai banjir surut.
"Sungai masih meluap sehingga warga tidak bisa menyeberang," kata Anggota DPRD Kabupaten Kupang, Deasy Ballo, Kamis (5/2/2015).
Pada musim kemarau, jarak tempuh dari Kota Kupang ke Amfoang sekitar 150 kilometer. Jika ditempuh dengan kendaran roda dua dan empat memakan waktu selama satu hari. Lamanya waktu tempuh disebabkan oleh ruas jalan yang belum beraspal.
Kondisi ini mendorong ratusan warga yang dipimpin tokoh masyarakatnya menemui Ketua DPRD NTT Anwar Pua Geno untuk menyerahkan dokumen usulan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Amfoang.
“Tidak ada kepentingan politik dibalik pemekaran ini. Murni hanya untuk mendekatkan pelayanan dan pembangunan di daerah itu,” ujar Raja Amfoang Robi Manoh yang kini menjabat anggota dewan Kabupaten Kupang.
Ia minta usulan pemekaran dipertimbangkan karena wilayah ini juga berbatasan Distrik Oekusi, Timor Leste yang gencar melakukan pembangunan pelabuhan dan bandar udara internasional. Batek, pulau terluar yang terletak di perbatasan Indonesia-Timor Leste juga masuk wilayah Amfoang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(BOB)
