Karangasem: Tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memantau aktivitas Gunung Agung dalam tiga hari terakhir tampak tenang dan tidak erupsi maupun mengeluarkan asap kelabu. Bukan berarti Gunung Agung tanda kasatmata ini menunjukkan Gunung Agung mulai normal.
“Gunung Agung tampak tenang, tapi bergejolak di dalam,” ungkap Kepala Subdit Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil Syahbana di Pos Pantau Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem, Minggu, 3 Desember 2017.
Setiap hari, Gunung Agung mengeluarkan tremor (gempa terus menerus) non-harmonik dengan amplitudo maksimum melebihi 23 milimeter hingga overscale. Ada dua kemungkinan yang terjadi.
Pertama, Gunung Agung tampak sangat tenang karena laju magma melemah karena kehilangan energi. Jika hal ini yang terjadi, kemungkinan erupsi berkurang.
Kemungkinan kedua, terjadi penyumbatan pada pipa magma, sehingga aliran magma yang hendak permukaan terhalang oleh lava yang telah mendingin dan mengeras. Semakin jauh jarak waktu antara masa tenang dan erupsi utama, dampaknya akan semakin besar.
“Pada erupsi tahun 1963 terdapat masa istirahat selama dua minggu sebelum terjadinya erupsi utama, (abu) mencapai ketinggian 23KM,” tuturnya.
Namun, Devy menyebut tak ada ukuran pasti dalam prediksi vulkanologi. Seluruh kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dengan probabilitas berbeda. PVMBG hanya berharap warga selalu waspada.
Karangasem: Tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memantau aktivitas Gunung Agung dalam tiga hari terakhir tampak tenang dan tidak erupsi maupun mengeluarkan asap kelabu. Bukan berarti Gunung Agung tanda kasatmata ini menunjukkan Gunung Agung mulai normal.
“Gunung Agung tampak tenang, tapi bergejolak di dalam,” ungkap Kepala Subdit Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil Syahbana di Pos Pantau Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem, Minggu, 3 Desember 2017.
Setiap hari, Gunung Agung mengeluarkan tremor (gempa terus menerus) non-harmonik dengan amplitudo maksimum melebihi 23 milimeter hingga
overscale. Ada dua kemungkinan yang terjadi.
Pertama, Gunung Agung tampak sangat tenang karena laju magma melemah karena kehilangan energi. Jika hal ini yang terjadi, kemungkinan erupsi berkurang.
Kemungkinan kedua, terjadi penyumbatan pada pipa magma, sehingga aliran magma yang hendak permukaan terhalang oleh lava yang telah mendingin dan mengeras. Semakin jauh jarak waktu antara masa tenang dan erupsi utama, dampaknya akan semakin besar.
“Pada erupsi tahun 1963 terdapat masa istirahat selama dua minggu sebelum terjadinya erupsi utama, (abu) mencapai ketinggian 23KM,” tuturnya.
Namun, Devy menyebut tak ada ukuran pasti dalam prediksi vulkanologi. Seluruh kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dengan probabilitas berbeda. PVMBG hanya berharap warga selalu waspada.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)
