Jakarta: Ketua DPP Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahardiansyah menyebut untuk mewujudkan gaya hidup yang lebih baik di masyarakat, pemerintah perlu memperkuat edukasi dan analisis risiko tentang produk yang dikonsumsi.
"Publik harus diperkuat diedukasinya karena ini (gaya hidup) menyangkut kesadaran dan perilaku. Kebijakannya lebih kepada pengurangan risiko hingga pencegahan. Ini yang perlu kita rumuskan bareng-bareng mengenai kebijakan yang tepat," kata Trubus Rahardiansyah dalam keterangan tertulis, Senin, 3 Juni 2024.
Trubus menjelaskan aat ini Indonesia dihadapkan pada banyaknya produk konsumsi yang beredar di masyarakat. Dia menilai risiko dari produk-produk tersebut bermacam-macam dan beberapa dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Di sisi lain, beberapa industri seperti minuman dan tembakau, telah mengeluarkan produk inovasi seperti minuman nol gula dan rokok elektrik. Trubus mengungkapkan, peredaran produk konsumsi harus juga diiringi oleh analisis dampak dan risikonya.
Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Dokter Mahesa Pranadipa mengungkapkan perlu adanya penelitian yang berdasar bukti untuk mengklaim sebuah produk lebih rendah risiko, termasuk rokok elektrik.
"Kalau pertanyaannya apakah rendah risiko (rokok elektrik), itu perlu ada informasi berdasarkan bukti yang tidak hanya terbatas pada ruang seminar ilmiah tapi juga dibuka di ruang publik," jelas Mahesa.
Dia juga menyatakan perlunya edukasi dan kesadaran publik untuk mengetahui risiko yang terkandung pada produk yang mereka konsumsi. Hal ini mengingat informasi nutrisi, kandungan gula, garam dan lemak merupakan hak masyarakat sehingga kita berhak tahu.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dian Sasmita menyampaikan kebijakan pemerintah, termasuk dalam peredaran produk konsumsi, harus memperhatikan anak.
Dian mengatakan, hal ini juga termasuk perlindungan anak dari produk mengandung gula dan tembakau mengingat anak adalah individu yang tidak punya kekuatan seperti orang dewasa untuk mengklaim haknya.
Menurutnya komitmen penegakan hukum jadi kunci dalam hal ini sehingga industri pun tidak galau untuk mendukung upaya pemerintah.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita mengatakan pihaknya juga memiliki perhatian yang serupa mengenai perlindungan anak. Menurut Garindra, masalahnya saat ini terletak pada penegakan hukum yang masih minim.
"Kami punya 1.300 member di seluruh Indonesia, mayoritasnya adalah toko retail. Kami membuat sebuah sistem penjagaan di toko teman-teman kami, bahwa satu toko bisa melaporkan toko yang lain, apabila mereka melihat toko tersebut melihat toko menjual ke underage. Jadi saling mengawasi," katanya.
Jakarta: Ketua DPP Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahardiansyah menyebut untuk mewujudkan gaya hidup yang lebih baik di masyarakat, pemerintah perlu memperkuat edukasi dan analisis risiko tentang
produk yang dikonsumsi.
"Publik harus diperkuat diedukasinya karena ini (gaya hidup) menyangkut kesadaran dan perilaku. Kebijakannya lebih kepada pengurangan risiko hingga pencegahan. Ini yang perlu kita rumuskan bareng-bareng mengenai kebijakan yang tepat," kata Trubus Rahardiansyah dalam keterangan tertulis, Senin, 3 Juni 2024.
Trubus menjelaskan aat ini Indonesia dihadapkan pada banyaknya produk konsumsi yang beredar di masyarakat. Dia menilai risiko dari produk-produk tersebut bermacam-macam dan beberapa dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Di sisi lain, beberapa industri seperti minuman dan tembakau, telah mengeluarkan produk inovasi seperti minuman nol gula dan rokok elektrik. Trubus mengungkapkan, peredaran produk konsumsi harus juga diiringi oleh analisis dampak dan risikonya.
Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Dokter Mahesa Pranadipa mengungkapkan perlu adanya penelitian yang berdasar bukti untuk mengklaim sebuah produk lebih rendah risiko, termasuk rokok elektrik.
"Kalau pertanyaannya apakah rendah risiko (rokok elektrik), itu perlu ada informasi berdasarkan bukti yang tidak hanya terbatas pada ruang seminar ilmiah tapi juga dibuka di ruang publik," jelas Mahesa.
Dia juga menyatakan perlunya edukasi dan kesadaran publik untuk mengetahui risiko yang terkandung pada produk yang mereka konsumsi. Hal ini mengingat informasi nutrisi, kandungan gula, garam dan lemak merupakan hak masyarakat sehingga kita berhak tahu.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dian Sasmita menyampaikan kebijakan pemerintah, termasuk dalam peredaran produk konsumsi, harus memperhatikan anak.
Dian mengatakan, hal ini juga termasuk perlindungan anak dari produk mengandung gula dan tembakau mengingat anak adalah individu yang tidak punya kekuatan seperti orang dewasa untuk mengklaim haknya.
Menurutnya komitmen penegakan hukum jadi kunci dalam hal ini sehingga industri pun tidak galau untuk mendukung upaya pemerintah.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita mengatakan pihaknya juga memiliki perhatian yang serupa mengenai perlindungan anak. Menurut Garindra, masalahnya saat ini terletak pada penegakan hukum yang masih minim.
"Kami punya 1.300 member di seluruh Indonesia, mayoritasnya adalah toko retail. Kami membuat sebuah sistem penjagaan di toko teman-teman kami, bahwa satu toko bisa melaporkan toko yang lain, apabila mereka melihat toko tersebut melihat toko menjual ke underage. Jadi saling mengawasi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)