medcom.id, Palu: Pemberian grasi dari Presiden Joko Widodo terhadap aktivis lingkungan Eva Bande, disambut hangat oleh banyak pihak. Namun, sejumlah aktivis di Sulawesi Tengah, beranggapan pembebasan terhadap Eva bukanlah hadiah dari Presiden Jokowi.
Ketua Komite Pimpinan Wilayah Serikat Tani Nasional (KPW-STN) Sulawesi Tengah, Samsul Bahri M Dampal, menilai grasi yang diberikan oleh Presiden Jokowi terhadap Eva adalah harus dan wajib buat Eva.
"Dan seharusnya kalau kita mau adil Eva tak harus ditahan. Grasi Eva bukanlah sebagai hadiah dari presiden dan perjuangan kelompok ormas manapun, karena pembebasan Eva adalah hal yang wajib oleh negara dalam hal ini presiden. Kami menyambut gembira hal itu. Kami sangat sepakat kalau Eva diberikan grasi," kata Samsul di Palu, Rabu (10/12).
Namun pemberian grasi itu, lanjutnya, harus dianalisa jauh lebih dalam dan baik agar tidak terjadi barter politik dan pencitraan semata. Karena saat ini rezim yang baru juga tengah berhadapan dengan rakyat akibat kebijakannya menaikkan harga BBM.
"Kami juga meminta rezim saat ini jangan pilih kasih dalam memberikan grasi, karena di Indonesia dalam catatan kami hampir 160 lebih aktivis agraria di beberapa daerah yang masih ditahan dan berhadapan dengan hukum. Salah satunya ada kawan Ridwan di Riau yang divonis 18 tahun karena melawan perampasan tanah oleh PT RAPP," tegas Samsul.
KPW-STN Sulteng berharap presiden adil dan berpihak pada rakyat kecil, sehingga bukan hanya Eva yang diberikan grasi. Samsul berharap ratusan petani yang masih mendekam di dalam tahanan dengan waktu yang lebih lama hukumannya dari pada Eva.
"Serta cenderung melawan para pemodal besar yang bekerja sama dengan negara bukan hanya sekelas Murad Husain pengusaha lokal yang ada di Banggai. Dan terakhir rezim Jokowi juga harus mejalankan cita-cita Trisakti sesuai dengan kampnyenya, yaitu Pasal 33 UUD 1945. Agar rakyat berdaulat atas tanahnya, tidak terus-terusan di kriminalisasi dan berhadapan dengan perampasan tanah," tandas Samsul.
Diketahui, Eva Bande ditangkap bermula dari penutupan jalan produksi petani di Desa Piondo oleh perusahaan sawit PT Kurnia Luwuk Sejati. Jalan itu yang biasa dilalui petani ke kebun kakao dan persawahan. Ratusan petani pengguna jalan itu marah besar. Mereka menuntut perusahaan segera memperbaiki jalan yang mereka lalui.
Peristiwa itu terjadi 26 Mei 2011. Sontak ratusan petani yang marah mendatangi kantor KLS. Eva yang berada di kerumunan massa, meminta petani tenang. Karena kemarahan warga kepada perusahaan sudah memuncak, Eva tak bisa mengendalikan massa.
KLS menutup jalan karena berencana menggusur kebun kakao petani di Desa Piondo. Warga marah dan petani merusak karena perusahaan tidak mau memperbaiki jalan yang mereka lubangi. Akibat kejadian itu, Eva sempat buron dan akhirnya ditangkap tim Kejaksaan Negeri Luwuk bekerjasama dengan Kejaksaan Agung di sebuah rumah di Kecamatan Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, Kamis (15/5).
Eva diinapkan semalam di Kejati Yogyakarta. Esok harinya, dia dikawal ke pesawat dan diterbangkan ke Luwuk, Sulawesi Tengah. Pukul 17.00 WITA, Eva tiba di Luwuk. Dengan pengawalan petugas, langsung ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II B, setempat.
medcom.id, Palu: Pemberian grasi dari Presiden Joko Widodo terhadap aktivis lingkungan Eva Bande, disambut hangat oleh banyak pihak. Namun, sejumlah aktivis di Sulawesi Tengah, beranggapan pembebasan terhadap Eva bukanlah hadiah dari Presiden Jokowi.
Ketua Komite Pimpinan Wilayah Serikat Tani Nasional (KPW-STN) Sulawesi Tengah, Samsul Bahri M Dampal, menilai grasi yang diberikan oleh Presiden Jokowi terhadap Eva adalah harus dan wajib buat Eva.
"Dan seharusnya kalau kita mau adil Eva tak harus ditahan. Grasi Eva bukanlah sebagai hadiah dari presiden dan perjuangan kelompok ormas manapun, karena pembebasan Eva adalah hal yang wajib oleh negara dalam hal ini presiden. Kami menyambut gembira hal itu. Kami sangat sepakat kalau Eva diberikan grasi," kata Samsul di Palu, Rabu (10/12).
Namun pemberian grasi itu, lanjutnya, harus dianalisa jauh lebih dalam dan baik agar tidak terjadi barter politik dan pencitraan semata. Karena saat ini rezim yang baru juga tengah berhadapan dengan rakyat akibat kebijakannya menaikkan harga BBM.
"Kami juga meminta rezim saat ini jangan pilih kasih dalam memberikan grasi, karena di Indonesia dalam catatan kami hampir 160 lebih aktivis agraria di beberapa daerah yang masih ditahan dan berhadapan dengan hukum. Salah satunya ada kawan Ridwan di Riau yang divonis 18 tahun karena melawan perampasan tanah oleh PT RAPP," tegas Samsul.
KPW-STN Sulteng berharap presiden adil dan berpihak pada rakyat kecil, sehingga bukan hanya Eva yang diberikan grasi. Samsul berharap ratusan petani yang masih mendekam di dalam tahanan dengan waktu yang lebih lama hukumannya dari pada Eva.
"Serta cenderung melawan para pemodal besar yang bekerja sama dengan negara bukan hanya sekelas Murad Husain pengusaha lokal yang ada di Banggai. Dan terakhir rezim Jokowi juga harus mejalankan cita-cita Trisakti sesuai dengan kampnyenya, yaitu Pasal 33 UUD 1945. Agar rakyat berdaulat atas tanahnya, tidak terus-terusan di kriminalisasi dan berhadapan dengan perampasan tanah," tandas Samsul.
Diketahui, Eva Bande ditangkap bermula dari penutupan jalan produksi petani di Desa Piondo oleh perusahaan sawit PT Kurnia Luwuk Sejati. Jalan itu yang biasa dilalui petani ke kebun kakao dan persawahan. Ratusan petani pengguna jalan itu marah besar. Mereka menuntut perusahaan segera memperbaiki jalan yang mereka lalui.
Peristiwa itu terjadi 26 Mei 2011. Sontak ratusan petani yang marah mendatangi kantor KLS. Eva yang berada di kerumunan massa, meminta petani tenang. Karena kemarahan warga kepada perusahaan sudah memuncak, Eva tak bisa mengendalikan massa.
KLS menutup jalan karena berencana menggusur kebun kakao petani di Desa Piondo. Warga marah dan petani merusak karena perusahaan tidak mau memperbaiki jalan yang mereka lubangi. Akibat kejadian itu, Eva sempat buron dan akhirnya ditangkap tim Kejaksaan Negeri Luwuk bekerjasama dengan Kejaksaan Agung di sebuah rumah di Kecamatan Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, Kamis (15/5).
Eva diinapkan semalam di Kejati Yogyakarta. Esok harinya, dia dikawal ke pesawat dan diterbangkan ke Luwuk, Sulawesi Tengah. Pukul 17.00 WITA, Eva tiba di Luwuk. Dengan pengawalan petugas, langsung ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II B, setempat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JCO)