Mataram: Kawasan Nusa Tenggara Barat (NTB) dinilai rawan gempa. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Mataram mencatat sudah 459 gempa bumi mengguncang wilayah NTB hingga pertengahan 2018 ini.
"Jumlah gempa bumi tersebut belum termasuk yang terjadi Minggu, 29 Juli 2018 dengan jumlah gempa susulan sebanyak 203 kejadian hingga pukul 22.20 WITA," kata Kepala Stasiun Geofisika Mataram Agus Riyanto seperti dilansir Antara, Senin, 30 Juli 2018.
Gempa bumi pada semester I tahun ini, kata dia, berkekuatan 3 hingga 5 Skala Richter (SR). Pusat gempa terjadi di darat maupun di laut.
Agus mengatakan, ada tren kenaikan jumlah kejadian gempa di NTB. Pada 2016, kata dia, lebih dari 800 gempa bumi menggoyang NTB. Tahun berikutnya, meningkat menjadi 1.018 kejadian gempa.
Agus memastikan, aktivitas pemantauan gempa terus dilakukan. Dia menegaskan gempa bumi tidak bisa diprediksi dan bisa terjadi kapan saja. "Jika ada info yang mengatakan akan ada gempa pada waktu mendatang bisa kami pastikan itu berita bohong (hoaks),"ujarnya.
Sementara itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, NTB memang termasuk daerah rawan gempa bumi dengan kekuatan cukup besar. Pasalnya, di sebelah selatan wilayah NTB terdapat zona subduksi (zona penunjaman), yaitu penunjaman Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.
Selain itu, di sebelah utara terdapat zona sesar naik busur belakang Flores (Flores back arc trust). Gempa bumi yang sering terjadi di NTB juga disebabkan adanya patahan aktif. "Gempa bumi berkekuatan 6,4 SR yang terjadi di Lombok Minggu, 29 Juli, juga akibat patahan aktif Sesar Naik Flores," kata Dwikorita.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/RkjZA5Wk" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Mataram: Kawasan Nusa Tenggara Barat (NTB) dinilai rawan gempa. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Mataram mencatat sudah 459 gempa bumi mengguncang wilayah NTB hingga pertengahan 2018 ini.
"Jumlah gempa bumi tersebut belum termasuk yang terjadi Minggu, 29 Juli 2018 dengan jumlah gempa susulan sebanyak 203 kejadian hingga pukul 22.20 WITA," kata Kepala Stasiun Geofisika Mataram Agus Riyanto seperti dilansir Antara, Senin, 30 Juli 2018.
Gempa bumi pada semester I tahun ini, kata dia, berkekuatan 3 hingga 5 Skala Richter (SR). Pusat gempa terjadi di darat maupun di laut.
Agus mengatakan, ada tren kenaikan jumlah kejadian gempa di NTB. Pada 2016, kata dia, lebih dari 800 gempa bumi menggoyang NTB. Tahun berikutnya, meningkat menjadi 1.018 kejadian gempa.
Agus memastikan, aktivitas pemantauan gempa terus dilakukan. Dia menegaskan gempa bumi tidak bisa diprediksi dan bisa terjadi kapan saja. "Jika ada info yang mengatakan akan ada gempa pada waktu mendatang bisa kami pastikan itu berita bohong (hoaks),"ujarnya.
Sementara itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, NTB memang termasuk daerah rawan gempa bumi dengan kekuatan cukup besar. Pasalnya, di sebelah selatan wilayah NTB terdapat zona subduksi (zona penunjaman), yaitu penunjaman Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.
Selain itu, di sebelah utara terdapat zona sesar naik busur belakang Flores (Flores back arc trust). Gempa bumi yang sering terjadi di NTB juga disebabkan adanya patahan aktif. "Gempa bumi berkekuatan 6,4 SR yang terjadi di Lombok Minggu, 29 Juli, juga akibat patahan aktif Sesar Naik Flores," kata Dwikorita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)
