Kuthcer tak bisa menahan emosinya ketika dirinya menceritakan tentang pengalamannya menjalani sebuah perusahaan techno Thron yang dia dirikan bersama mantan istrinya Demi Moore dalam memberantas ekspolitasi seksual terhadap anak-anak.
Kutcher sendiri juga mempunyai dua orang anak bersama istrinya Mila Kunis, dia menyampaikan " Aku melihat hal-hal yang tidak seharusnya orang lihat. Aku melihat video berisi seorang anak yang seusia anak saya dilecehkan oleh pria Amerika dan itu adalah turis sex di Kamboja. Anak itu mengira hal itu sebuah permainan," ujar Kutcher seperti yang dikutip dari Aceshowbiz.com
Pemeran film Butterly Effect tersebut, menceritakan kisah gadis berumur 15 tahun yang menjadi korban dari ekspoitasi seksual dan perdagangan manusia.
" Amy bertemu dengan seorang pria lewat internet dan mereka mengobrol, tidak lama setelah itu mereka bertemu. Satu jam kemudian, Amy diperkosa dan dijual. Dia dieksploitasi. Itu bukan peristiwa yang ditutup-tutupi, tidak banyak kejanggalan. Satu hal yang janggal adalah Amy ditemukan dan kembali bersama keluarganya setelah tiga hari menggunakan software yang kami buat yang dinamakan Spotlight," kenangnya.
Ayah dua anak itu juga menceritakan kisah dari korban lain, seorang anak berumur tujuh tahun.
" Ketika Deparetemen Pertahanan Dalam Negeri memanggil kami dan meminta apakah kami punya alat untuk membantu, kami sampaikan tidak punya," ujarnya. "Itu membuatku dihantui perasaan bersalah dan tiga bulan setelahnya tidak bisa tidur, aku terus teringat gadis tersebut dan berpikir apakah kami telah melakukan hal yang benar, seharusnya kami bisa menyelamatkannya. Akhirnya kami membuatnya. Aku menjawab iya bisa. Dengan itu, investigasi yang seharusnya tiga tahun menjadi tiga minggu," terang Kutcher.
Ciptakan Teknologi
Seperti dikutip oleh www.abc.net.au, pada kesempatan itu Kuthcer juga mendesak para legislator agar mendukung pemerintah mengembangkan sebuah tekonologi baru untuk memerangi perdagangan seks online.
Dalam dengar pendapat itu, Kutcher selaku Ketua dari Thorn, perusahaan non profit yang bergerak di bidang teknologi, telah mengembangkan alat berbasis website yang dapat membantu kepolisiam dalam melacak dan mengidentifikasi korban perdagangan manusia yang bernama Spotlight.
Spotlight, menurutnya sudah berhasil mengidentifikasi 6000 korban dalam waktu enam bulan. Spotlight dibuat menyusul adanya survei mengenai perdagangan seks pada 2012 yang menyebut 63 persen korban adalah anak di bawah umur yang diperjualbelikan secara online.
" Hak mereka untuk mendapat kebahagiaan dirampas, mereka diperkosa, itu diambil dengan paksa, dijual hanya untuk kesenangan sesaat orang lain," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News