Salah satunya dapat kita lihat dalam diri Sapardi Djoko Damono dengan karya puisinya. Berbagai karya Sapardi diterbitkan ulang dan diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa oleh penerbit besar.
Melihat sukses yang direguknya kini, Sapardi teringat ketika karya pertamanya diterbitkan dalam sebuah buku.
"Buku pertama saya diterbitkan oleh teman yang ada di Bandung, dan cuma dalam jumlah seribu eksemplar. Dicetak tidak dalam keadaan bagus seperti sekarang," kata Sapardi, dalam program IDEnesiaMetro TV, bertajuk Sastra Indonesia Menembus Dunia.
Selain Sapardi, saat ini banyak bermunculan sastrawan berkualitas yang dilirik dunia. Sebut saja, Eka Kurniawan, sastrawan muda yang novelnya diterbitkan ke dalam 25 bahasa.
Perjalanan Eka menjadi seorang sastrawan terkenal bukan tanpa perjuangan. Berbekal hobi membaca novel saat remaja, Eka mulai fokus menulis semenjak tahun 2000.
Eka mengungkapkan, niatnya menulis novel hanya ingin memberikan warna pada dunia sastra Indonesia.
"Novel pertama terbit tahun 2002. Waktu itu, baru lulus kuliah dan menulisnya selama dua tahun. Waktu itu, saya cuma ingin menulis novel. Saya ingin menulis sesuatu yang blum ada di Indonesia," kata Eka.
Berbekal kerja keras dan kecintaan terhadap dunia sastra membuat Eka berhasil menyabet berbagai penghargaan internasional. Melalui novel Cantik Itu Luka, Eka berhasil menyabet penghargaan World Readers Award.
Tak bisa dipungkiri, segala pencapaian yang dicapai oleh sastrawan Indonesia tentu tak lepas dari peran penerbit. Tidak hanya mencetak dan menyebarluaskan, penerbit pula yang berperan menerjemahkan karya sastrawan tersebut ke dalam beberapa bahasa, sehingga bisa menjangkau pangsa pasar Internasional.
Editor senior dari Gramedia Mirna Yulistianti mengatakan, alih bahasa yang dilakukan pihaknya ditekuni sejak 2005. Karya pertama yang diaplikasikan ke dalam beberapa bahasa yaitu Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan.
Jerih payah tersebut membawa Indonesia menjadi tamu kehormatan dalam festival Berlin Book Fair. Saat itu, kata Mirna, pihaknya membawa 200 buku yang sudah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa.
"Di situ komite nasional Indonesia membawa sekitar 200 judul buku yang sudah diterjemahkan," kata Mirna.
Selain itu, strategi marketing yang dilakukan pihaknya juga intensif dilakukan. Di luar festival, Gramedia selalu mempromosikan karya-karya sastrawan Indonesia di pasar internasional.
"Baik itu ada atau tidak book fair, tetap mempromosikan karya-karya yang diterjemahkan. Kemudian, di Berlin Book Fair kemarin tinggal eksekusi saja," ucap Rita.
Jangan lewatkan IDEnesia episode Sastra Indonesia Menembus Dunia pada Kamis (3/6/2016), pukul 22.30 WIB, di Metro TV.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News