Jakarta: Musisi Ananda Badudu mengaku mengalami kekerasan fisik yang sama dari polisi, seperti yang dialami Dede Lutfi Alfiandi, pembawa bendera Merah Putih saat demonstrasi 30 September 2019. Hal itu diungkapkannya lewat twitter.
"Pas saya dibawa ke Polda dulu, saya pun dipukul, dipiting, dijambak, ditendang, dan dikeplak berkali-kali," tulis Ananda di twitter miliknya @anandabadudu, Selasa, 21 Januari 2020.
Ananda mengatakan, saat itu dirinya tak bisa buka suara terkait kekerasan yang diterimanya lantaran diancam dengan pidana baru. Dia juga diancam akan disomasi.
"Saat itu saya engga bisa ngomong apa yang saya alami karena, satu, diancam pidana baru. Kedua, mau disomasi," paparnya.
Selain itu, Ananda juga merasa ada yang aneh dari pernyataan polisi yang menyebut penangkapan terhadap dirinya hanya sebatas sebagai saksi. Mantan wartawan Tempo itu merasa saksi seharusnya tidak ditindak dengan kekerasan fisik seperti yang dialaminya.
"Yang lebih aneh lagi, setelah mendapat semua perlakuan itu, saya keluar sebagai saksi. Wtf. Sejak kapan saksi dijemput subuh-subuh dan diperlakukan seperti itu," sambung dia.
Ananda mengatakan, perlakuan polisi terhadapnya melunak menjelang dirinya dilepas bebaskan. Dia menduga hal itu terjadi karena pemberitaan penangkapan dirinya mulai menyebar di pemberitaan.
"Mirip seperti Lutfi, makin siang saya diperlakukan lebih baik. Mungkin karena di luar berita tentang saya waktu itu viral," ujar Ananda.
Diberitakan sebelumnya, Dede Lutfi Alfiandi, pemuda yang fotonya viral karena membawa bendera di tengah aksi demo pelajar STM, mengaku dianiaya oknum penyidik saat ia dimintai keterangan di Polres Jakarta Barat. Lutfi mengaku dipaksa mengakui perbuatannya melempar batu ke arah polisi.
"Saya disuruh duduk, terus disetrum, ada setengah jam lah. Saya disuruh ngaku kalau lempar batu ke petugas, padahal saya tidak melempar," ujar Lutfi di hadapan hakim, Senin lalu.
Lutfi saat itu mengatakan sangat tertekan. Akibat desakan yang diterimanya, Lutfi terpakda menuruti pinta polisi dan menyatakan apa yang tidak dilakukannya.
"Karena saya saat itu tertekan makanya saya bilang akhirnya saya lempar batu. Saat itu kuping saya dijepit, disetrum, disuruh jongkok juga," ujar Lutfi.
Lutfi mengatakan polisi tiba-tiba melunak. Penyiksaan terhadap dirinya berhenti setelah polisi mengetahui fotonya viral di media sosial.
"Waktu itu polisi nanya, apakah benar saya yang fotonya viral. Terus pas saya jawab benar, lalu mereka berhenti menyiksa saya," ujar dia.
Meski begitu, pengakuan Lutfi terkait penyiksaan polisi terhadap dirinya dibantah Kepala Satuan Reskrim (Kasatreskrim) Polres Jakarta Barat, Kompol Teuku Arsya. Menurutnya, polisi tidak mungkin melakukan tindakan tersebut.
"Enggak mungkin (disetrum dan dipukul), kami kan polisi modern," kata Arsya saat dihubungi, Selasa.
Arsya justru mengatakan polisi saat itu mempunyai rekaman video Lutfi di lapangan saat kerusuhan berlangsung. Atas dasar video itu, polisi mengamankan Lutfi.
"Kenapa dia ngaku? Karena setelah itu ditunjukan ada rekaman video dia di lokasi. Dia lempar batu, itulah petunjuk kenapa dia diamankan, bukan disetrum," ucap Arsya.
Arsya juga menegaskan penyetrunan bukan bagian dari tindakan yang dilakukan kepolisian. Itu merupakan tindakan yang menyalahi aturan polisi modern.
"Enggak ada lagi polisi zaman sekarang begitu, enggak benar lah," tandas Arsya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id