Dalam sesi tersebut, Pongki berbagi pandangan mengenai pentingnya pemahaman soal alur royalti dan hak kepemilikan karya di era digital. Ia hadir bersama sejumlah panelis lain seperti Indra Lesmana (musisi jazz), Dino Hamid (Asosiasi Promotor Musik Indonesia), Agung Damarsasongko (Direktur Direktorat Hak Cipta), dan Ahmad Ali Fahmi (Komisioner LMKN Hak Terkait).
Pongki pun menggambarkan sistem pembagian royalti dari platform streaming seperti Spotify dengan analogi sederhana.
"Platform streaming seperti Spotify itu saya analogikan seperti dua tangan, tangan kanan memberikan royalti kepada pemilik master, sedangkan tangan kiri memberikan royalti kepada pemilik hak cipta atau komposer melalui publisher dan LMK,” ungkap Pongki.
Baca Juga :
Slank Malas Ributkan Royalti Musik, Bimbim: Uang Kecil Sih!
Menurut bassis band The Dance Company itu, masih banyak musisi di Tanah Air yang belum memahami perbedaan jalur penerimaan royalti ini. Padahal, pemahaman tersebut menjadi kunci agar musisi bisa mengoptimalkan potensi pendapatan dari karya mereka sendiri.
"Kalau emang kita mau cuan dari platform musik digital, ya kalau bisa kita menjadi pemilik masternya juga. Itu pesan yang menurut saya harus diketahui oleh sebagian besar musisi," ungkapnya.
Bagi Pongki, kepemilikan master audio berarti kontrol penuh terhadap sebuah karya musik.
"Jadi alur ini membuat kita harus mengupayakan bagaimana caranya kita memiliki master audio kita sendiri. Master audio yang kita rekam itu jangan punya orang lain," lanjut Pongki.
Menutup pemaparannya, Pongki menegaskan bahwa selain memiliki hak master, para musisi juga perlu bekerja sama dengan publishing atau label yang terpercaya dan terkoneksi secara digital.
Hal ini penting dilakukan karena masih banyaknya publishing di Tanah Air yang belum terkoneksi dengan platform musik seperti YouTube dan Spotify. Kondisi ini membuat sebagian musisi tidak bisa menikmati royalti yang seharusnya menjadi hak mereka.
Baca Juga :
Terapkan 3 Aturan Baru, Spotify Hapus 75 Juta Lagu Berbasis AI
"Banyak publishing di Indonesia yang belum konek sama platform-platform seperti YouTube dan Spotify, itulah yang mengakibatkan hak kita sebagai pencipta (royaltinya) tidak masuk," ungkap Pongki.
"Jalur yang diberi Spotify itu mengharuskan kita seperti komposer untuk bergabung dengan publishing terlebih dahulu," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id