Sejak pandemi berakhir, Aska ikut merasakan bangkitnya konser dan festival musik di Indonesia yang dulu terpuruk akibat covid-19. Aska bahkan mendengar bayaran musisi sekarang kembali normal, bahkan ada yang lebih besar sebelum pandemi.
"Alhamdulillah, aktivitas manggung sudah kembali pulih. Malahan kalau saya dengar dari beberapa teman, banyak yang fee manggungnya jadi naik dua sampai tiga kali lipat setelah pandemi," kata Aska Pratama dalam keterangan tertulisnya.
Melihat kembali bergairahnya konser musik, Aska tak mau momentum itu kembali hilang. Apalagi, selama ini dia juga melihat konser dan festival musik juga ikut berdampak pada musisi-musisi tradisi.
"Saat ini semakin banyak festival, konser, atau platform musik yang bisa mengangkat keberagaman genre yang ada di Indonesia. Seni tradisional Indonesia juga dimasukkan ke agenda-agenda konser atau festival besar di Indonesia," ujarnya.
baca juga: Ini Isi Surat Wasiat Lee Sun Kyun untuk Kelurga dan Agensi |
Karena itu, Aska berharap larangan bagi produk tembakau untuk memberikan sponsorship untuk acara musik banyak didiskusikan lagi. Dia takut, konser musik bakal kembali sepi karena ditinggal para sponsor utamanya.
"Kalau pembatasan saya setuju, tapi kalau pelarangan saya kurang setuju. Pembatasan itu masih memperbolehkan produk tembakau melakukan branding, promosi, dan iklan di sebuah pertunjukan musik. Kalau itu masih memungkinkan untuk diterapkan," ucapnya.
Pendapat serupa juga disampaikan Ketua Umum Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI), Dino Hamid. Dia khawatir pelarangan produk tembakau untuk melakukan sponsor, branding, dan iklan di industri musik memiliki dampak yang signifikan, termasuk bagi pelaku pertunjukan musik di daerah
"Intinya, dari kami sebagai pelaku industri, keberatan kalau (pasal-pasal tembakau) RPP ini disahkan. Karena, satu yang paling krusial, kita tidak dilibatkan untuk berkomunikasi dan memberikan pendapat," ujar Dino Hamid.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News