Di era emas Rhoma Irama itu, Yuliarni bersama suaminya mulai memajang berbagai kaset di tokonya. Sampai 2014, kaset-kaset masih berjajar di dalam tiga lemari kacanya.
Di etalase depan, kaset-kaset tradisional, dan album lawas berjajar. Sebagian musik Minang dan lagu anak-anak di rak pertama dan kedua. Sementara, di bagian atas rak, album-album musisi 80-an, tersusun; Ada Broery Marantika, Franky and Jane, Black Sweet dan Ebiet G Ade.
Di etalase yang dipasang menyamping, berbagai kaset berhimpitan. Di antara kaset-kaset dangdut seperti "18 The Best of The Best" nya Mansyur S sampai "Mega Top Best" Caca Handika, ada juga "Mencoba Sukses Kembali" Changcuters, "Seribu Kisah Satu Hati" Ungu dan album "Melekat di Jiwa" Kerispatih. "Melekat di Jiwa" itu album rilisan 2012.
Koleksi kaset di sini masih baru, bukan bekas. Harga album lawas berkisar Rp15 ribu-an. Sementara yang relatif musisi baru, era-era 2000-an sekitar Rp22 ribu. Namun kaset Rhoma Irama juga ada yang sampai Rp22 ribu.
Sabtu pagi, 29 November 2014, toko yang luasnya sekitar 6x4 meter itu baru dibuka. Hanya ada Yuliarni dan seorang pria yang menjaga toko. Belum ada pembeli. Sekitar pukul 07.30, Jalan Ciledug Raya memang relatif lengang. Maklum, akhir pekan. Yuliarni juga masih asyik membaca koran, sambil berdiri di ujung etalase dekat bagian belakang toko. Ia diam saja ketika saya datang untuk melihat-lihat koleksi kaset di tokonya. Saat disapa, ia baru beranjak.

Pandangan saya tertuju ke sampul album bergambar wajah Ahmad Albar, yang masih muda. Ternyata itu album "The Very Best of Ahmad Albar". Kemudian ada album "Lagu-Lagu Sukses Franky & Jane" berwarna biru yang tak kalah menarik. Sebabnya, foto penyanyi kakak beradik itu berlatar bunga-bunga.
Album ini keluaran Mahkota Record. Di sampul kaset tertulis "izin perindustrian" 29 November 1984. Pas sekali, hari ini, 30 tahun lalu. "Kaset-kaset pop lama masih banyak yang cari. Kalau dangdut, album Rhoma Irama yang banyak dicari. Tapi barangnya lagi langka. Masih banyak aja memang yang cari kaset. Waktu itu ada yang beli bilang dia suka kaset daripada CD karena lebih awet untuk disetel di tape mobil," kata Yuliarni.
Lain dari penggemar dangdut, anak-anak muda juga kadang-kadang datang menanyai Kaset Slank dan Iwan Fals. Tapi sama seperti album-album Roma Irama. Barangnya juga jarang ada. Kaset Iwan Fals yang terakhir tersedia di tokonya, terjual sepekan lalu.
Persediaan memang sangat terbatas. Yuliarni memperkirakan total kaset yang ada di tokonya hanya sekitar 300 kaset. Sekarang, album musik keroncong, dangdut, pop dan album nostalgia masih bisa ditemui. Hanya segelintir kaset dari album musisi-musisi era 2005 ke atas. Di masa jayanya, toko Yuliarni bisa memajang lima ribu lebih kaset.
Soal mencari stok barang, Yuliarni memang tidak ngoyo, karena pangsa pasarnya juga terbatas. Ia hanya dua atau tiga bulan sekali belanja kaset. Kalau tidak ke pemasok di bilangan Harmoni, ya di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Sekali belanja, paling ia membawa 200 kaset. Satu album, ia membeli tiga atau empat buah kaset.
"Hari ini harusnya juga saya pergi belanja, tetapi suami saya lagi sibuk akhirnya enggak jadi, kan biasanya dia yang antar," kata Yuliarni.
Tak sampai 15 menit setelah Yuliarni bercerita, suaminya datang hanya memakai singlet putih dan bercelana pendek. Pria berkumis tebal itu sempat menanyakan palu, kemudian pergi lagi keluar toko, membawa plastik kecil hitam.
Di Jakarta, toko kaset di pinggir jalan, seperti milik Yuliarni boleh dibilang langka. Kalau di Ciledug Raya, bisa dipastikan tokonya merupakan satu-satunya yang menjual kaset.
Penjual kaset, kalau pun bisa ditemui, biasanya ada di dalam pasar. Di lantai bawah Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, yang satu atap dengan Ramayana, masih ada toko penjual kaset. Dan yang paling tenar tentu di Pasar Senen.
Industri kaset memang bukan lagi di puncak kejayaan. Masa-masa itu-- kalau menurut Yuliarni-- ada di era 1985-1995-an. Perlahan kemudian redup.

Yuliarni bercerita. Tokonya mulai berdiri pada 1978. Mulanya, usaha mereka hanya studio foto. Baru dua tahun kemudian Yurliani juga menjual kaset. Ketika industri kaset masih berjaya, Sekali belanja, Yuliarni bisa memborong sampai lima ribu-an kaset. Belanjanya, bahkan bisa tiga kali dalam sebulan.
Kalau sekarang ia harus bersusah payah mendatangi pemasok kaset di bilangan Harmoni atau Pasar Senen. Cara belanjanya juga sudah beda. Di era 90-an, ia tinggal memesan melalui fax. Kardus-kardus berisi kaset pun datang.
"Itu sampai 2010 kok. Masih seperti itu. Kalau sekarang, saya harus pergi cari sendiri. Yang mengeluarkan kaset memang berkurang juga, tinggal AR Record, HR, Billboard. Aquarius dan Musica kayaknya sudah enggak ada," katanya.
Toko Yuliarni, Surya Foto Digital, tepat di perempatan Unilever -- warga daerah Ciledug Raya suka bilang begitu. Sekarang lokasinya di sisi pintu Tol, Lingkar Luar W2, Ciledug. Selain kaset, toko juga menjual CD dan VCD lagu dan usaha studio foto dan foto kopi. Semakin siang, tokonya lumayan ramai. Namun rata-rata hanya ingin foto kopi.
Di lantai atas sebenarnya ia juga masih menyimpan sekitar seribu kaset. Semuanya adalah kaset musik barat. Barang-barang itu, mulanya ia ingin koleksi, tapi sekarang hanya menumpuk di dalam kardus-kardus.
"Kalau kaset Barat tidak bisa diretur. Jadi saya simpan saja digudang. Kemarin-kemarin, ada yang borong, kasetnya sudah dia pilih-pilih. Dia beli sampai 150 kaset. Buat koleksi," katanya.
Kaset lagu barat itu barang yang tak terjual. Itulah konsekuensi menyimpan stok kaset barat. Barang yang tidak laku tidak bisa diretur. Beberapa kaset ternyata bisa dikembalikan bila tidak laku, sebelum jangka waktu yang tertera di sisi kaset. Kaset seperti itu ada tanda tanggal masa akhir pengembalian.
"Ini harusnya diretur bulan 3 tahun 2012, sekarang berarti sudah lewat sudah enggak bisa dikembalikan," kata perempuan 52 tahun itu menunjukan sisi kaset Ungu "Seribu Kisah Satu Hati". Album ini rilis 2010.

Yuliarni tetap setia menjual kaset. Foto: MTVN/Fitra Iskandar
Yuliarni bukan tidak tahu perubahan zaman bahwa pemutar kaset semakin langka dijual di toko-toko elektronik, dan trend mendengarkan musik bukan lagi dari kaset, melainkan mp3 dan internet. Meski untung tak seberapa dengan menjual kaset, ia santai saja.
"Saya sih bakal terus jualan kaset. Saya senang saja. Nanti kalau memang sudah tidak ada lagi pemasoknya, baru saya berhenti," katanya sambil tersenyum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id