Terlepas dari itu, pengamat musik Aldo Sianturi menjelaskan terdapat sejumlah persamaan dan perbedaan antara industri musik Indonesia dan Amerika.
“Perbedaan utama industri musik Indonesia dan Amerika terletak pada ekosistem bisnis, infrastruktur, dan daya beli pasar,” kata Aldo Sianturi kepada Medcom.id, Rabu, 26 Maret 2025.
Aldo menjelaskan, Amerika memiliki industri yang sangat terorganisir diiringi dengan regulasi kuat, jaringan distribusi global yang baik, investasi besar, dan sistem royalti yang jelas.
“Sementara itu, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam monetisasi digital, perlindungan hak cipta, keberlanjutan karier musisi, serta ekosistem tur dan live musik yang belum optimal,” sambung Aldo.
Lebih jelasnya Aldo menjabarkan persamaan dan perbedaan industri musik Amerika dan Indonesia dalam enam poin utama sebagai berikut:
1. Ekosistem Musik: Dominasi Platform Digital
Menurut Aldo industri musik AS dan Indonesia sama-sama didominasi oleh platform streaming seperti Spotify dan YouTube. Namun di AS langganan berbayar lebih tinggi, sementara di Indonesia pengguna gratis masih mendominasi, membuat monetisasi artis lokal lebih menantang.
2. Pola Konsumsi Musik: Genre dan Tren
Musik Indonesia maupun AS dipengaruhi tren global seperti pop dan hip-hop. Di AS, genre niche seperti country dan alternative rock memiliki basis kuat. Sementara di Indonesia, pop, dangdut, dan K-pop masih mendominasi.
3. Monetisasi dan Royalti: Tantangan Berbeda
Pendapatan musisi di kedua negara berasal dari streaming, tur, dan merchandise. AS memiliki sistem royalti yang lebih terstruktur melalui ASCAP (The American Society of Composers, Authors and Publishers) dan BMI (Broadcast Music, Inc), sedangkan Indonesia masih menghadapi tantangan transparansi dalam distribusi royalti.
4. Label Rekaman Besar vs Jalur Independen
Artis independen di AS lebih leluasa bersaing di arus utama, sementara di Indonesia major label masih memegang kendali besar dalam membawa artis ke pendengar yang lebih luas. Meski dalam beberapa kesempatan artis independen seperti Hindia menunjukan performa mengagumkan melalui pencapaian jumlah pendengar secara digital.
| Baca juga: Asosiasi Promotor Jelaskan Mengapa Tiket Konser di Indonesia Mahal |
5. Strategi Promosi: Perubahan Platform
Setelah larangan TikTok, musisi AS beralih ke Instagram Reels dan YouTube Shorts dengan pendekatan data-driven. Di Indonesia, promosi masih mengandalkan koneksi emosional dengan penggemar dan influencer lokal.
6. Festival Musik: Magnet Global vs Panggung Lokal
Terakhir menurut Aldo, festival seperti Coachella dan Lollapalooza di AS menjadi magnet global yang mempertemukan artis lintas genre dengan audiens internasional.
Di Indonesia, festival seperti We The Fest, Joyland dan Java Jazz mulai menarik perhatian dunia, tetapi eksposur artis lokal di panggung internasional masih terbatas seolah potensi besar yang dimiliki perlu menunggu waktu.
| Baca juga: Porsi Royalti Terbesar Artis Indonesia di Spotify dari Musisi Indie |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id