Kill The DJ (Foto:Antara/Teresia May)
Kill The DJ (Foto:Antara/Teresia May)

Gaya Hip-Hop dari Lirik Petuah hingga Serapah

Agustinus Shindu Alpito • 23 Juni 2014 11:05
medcom.id, Jakarta: Setiap aliran musik diiringi kultur sosial yang melekat di belakangnya. Musik telah menjadi identitas yang terus berkembang seiring pergerakan masif masyarakat. Salah satu aliran musik yang menjadi potret sosial itu adalah hip-hop.
 
Seringkali lagu hip-hop berisikan pesan yang tegas sekaligus lugas tentang apapun yang dialami sang empunya. Tak jarang lagu hip-hop berisi hujatan dan caci-maki dengan kosa kata yang kasar. Tapi, itulah hip-hop dengan segala keunikan di dalamnya.
 
Di Indonesia, hip-hop juga memotret berbagai fenomena sosial dengan kacamata beragam. Lihat saja beberapa lagu hip-hop yang sempat populer, seperti  'Borju' dari grup rap Neo yang sempat populer di akhir era 90-an. Dengan lirik yang menyerang kaum borjuis, Neo dengan cermat mengangkat fenomena kesenjangan sosial yang terjadi di Indonesia.

Lirik senada berlanjut di lagu 'So What Gitu Loh' dari Saykoji yang juga dengan tegas menyindir kehidupan anak keluarga kaya yang bisa mendapatkan segala sesuatunya dengan mudah.
 
Fenomena lain adalah munculnya rapper yang membawakan lagu-lagu dengan lirik tak senonoh seperti Kungpow Chicken dan rapper yang menghujat sesama rapper atau musisi lain seperti The Law. Namun, gema dari lirik-lirik serapah itu tidak berlangsung lama.
 
"Saling menghujat di hip-hop itu kalau di tradisi kita seperti perang pantun, berbalas pantun. Kalau di Sumatera bisa sampai subuh itu perang pantun. Kalau saling menghujat melalui lagu hip-hop dilakukan dengan fair, enggak masalah," ujar Marzuki Mohammad atau dikenal sebagai Kill The DJ, rapper dari Jogja Hip-Hop Foundation.
 
Kata Kill The DJ kepada Metrotvnews.com, energi hip-hop yang identik dengan kehidupan urban dan kultur jalanan yang keras adalah alasan dari munculnya lirik-lirik vulgar dan liar dari beberapa penggiat hip-hop.
 
"Kalau mau mengajak ngomong anak-anak jalanan, ya itu energi mereka. Kalau aku enggak mau menghujat untuk hal itu. Ya, seperti orang bikin graffiti saling menimpa gambar. Memang energinya seperti itu. Itu hal yang biasa," beber Kill The DJ.
 
Sebaliknya, lagu-lagu hip-hop dengan lirik yang lebih bersahabat seperti humor, potret sosial, hingga sarat budaya juga mewarnai wilayah musik hip-hop di Indonesia. Salah satu grup hip-hop yang mendapat apresiasi positif adalah, Jogja Hip-Hop Foundation (JHF). Apresiasi itu datang dari upaya JHF dalam mengibarkan lirik sosial secara damai, tegas dan kritis, namun tetap santun.
 
Bila rapper berlomba-lomba tampil ala Barat dengan gaya khas hip-hop, JHF secara unik mengenakan kemeja batik sebagai baju kebesarannya dengan lagu yang berisi lirik-lirik membumi. Dari segi musik, JHF berhasil mengolaborasikan energi musik lokal dalam beat lagu.
 
"Kadang-kadang ada fusion yang tidak mengakar. Kalau kami (JHF) dengan gamelan kan sudah dekat dari dulu. Sejak kita lahir sampai sekarang dengerin gamelan. Kita tumbuh di latar belakang sosial kultural yang akrab dengan suara gamelan, jadi ya natural saja. Kebetulan kita suka hip-hop. Jadi bahasa yang kita gunakan bahasa Jawa.  Semua itu organik, bukan komodifikasi kontemporer," urai Kill The DJ.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan