Benyamin Sueb dalam Koboy Insyaf - 1986. (Foto: Dokumentasi keluarga, dipotret dari buku Muka Kampung, Rezeki Kota - 2005)
Benyamin Sueb dalam Koboy Insyaf - 1986. (Foto: Dokumentasi keluarga, dipotret dari buku Muka Kampung, Rezeki Kota - 2005)

Hari Musik Nasional

Nama Benyamin Sueb yang Tak Boleh Pupus

Cecylia Rura • 09 Maret 2020 07:00
Menjadi seorang Benyamin Sueb mungkin bukan hal mudah pada zamannya. Setidaknya hiburan Tanah Air saat itu diakrabinya dari segala bidang; musik, panggung seni, layar kaca. Sampai sekarang bahkan hingga garis keturunannya belum ada yang menyamai energi dan rekam jejak Benyamin Sueb.
 
Bungsu dari pasangan Sukirman dan Aisyah itu menorehkan catatan sejarah dalam empat dekade terakhir sebagai legenda asal Betawi yang tak habis dibicarakan. Apalagi kalau bukan berkesenian lenong di setiap aksi panggung musik maupun sebagai aktor.
 
Bang Ben, begitu dia disapa, memulai titik awal karier bermusik dari sebuah band bernama Melody Boys. Honor mereka tak lebih dari dua digit di kisaran Rp5 hingga Rp25 tergantung tawaran pekerjaan.

Seluk beluk cerita Benyamin Sueb tergambar dalam buku Muka Kampung Rezeki Kota tulisan Ludhy Cahyana dan Muhlis Suhaeri (Januari, 2005).
 
Setelah berpindah dari satu grup ke yang lainnya, Benyamin Sueb dituliskan memulai karier solonya pada 1970-an. Bang Ben bekerja di studio rekaman Demita Mesra Record sebagai mastering rekaman. Saat itu ada Rachman A. dan Imam Kartolo. Mereka merekam dan menciptakan lagu sendiri saban akhir pekan.
 
Meski karier solo itu tak benar-benar sendiri, Benyamin Sueb ditemani kawan-kawan Melodi Ria. Bang Ben membawakan karya ciptaannya sendiri, Si Jampang berirama rap yang lebih mirip lagu anak. Lagu ini dibawakan bersama Bing Slamet, dinilai bermuatan lirik mengocok perut.
 
Nama Benyamin Sueb yang Tak Boleh Pupus
Benyamin Sueb bersama Bing Slamet. (Foto: Dokumentasi keluarga, dipotret dari buku Muka Kampung, Rezeki Kota - 2005)
 
Kesuksesan Benyamin pun tak lepas dari saran Bing Slamet. Sosok yang dianggapnya sebagai guru besar itu memberi petuah dan diterima. Benyamin menemukan ciri khasnya dalam berkesenian yakni bersenandung dengan tema humor dengan nada-nada memanjakan telinga.
 
"Dengan humor kita justru bisa memotret kesedihan dan mengungkapkannya tanpa membuat orang lain ikut-ikutan sedih," ucap Ben, seperti tertulis dalam buku karya Ludhy Cahyana dan Muhlis Suhaeri.
 
Nuansa kental Betawi dan spontanitas Benyamin Sueb membuatnya disebut sebagai bapak rap Indonesia. Pada tahun 2000, muncul Jiung Band dari sekumpulan mahasiswa Universitas Negeri Jakarta diketuai Ajul. Mereka mengadaptasi pola aksi panggung Benyamin CS.
 
Musik Jiung Band terdengar variatif, seperti rock hingga hip metal, dan pop. Tak bisa disebutkan mereka menebalkan karya musik pada satu spesifik genre. Sebab, role model mereka pun tak pernah menghamba pada satu genre.
 
"Banyak anak-anak muda Indonesia sendiri kiblatnya ke Barat. Kayak band The Beatles, Rolling Stones, tapi ternyata di kita sendiri ada seniman besar. Kenapa enggak kita angkat untuk melestarikan musiknya, budayanya juga. Kebetulan Almarhum Benyamin Sueb mengangkat budaya yang sudah termasuk nasional. Betawi itu masuknya nasional. Kenapa enggak? Karya-karyanya juga bagus-bagus, jenius juga. Pada zaman itu memang gila musiknya," cerita Ajul, salah satu vokalis Jiung kepada Medcom.id.
 
Benyamin Sueb makin dikenal hingga dilirik pemerintah DKI Jakarta. Benyamin Sueb lalu mendapat titah dan dikontrak untuk menghibur di kawasan Kramat Tunggak, satu dari sekian banyak lokalisasi pelacuran di Indonesia.
 
Bang Ben dengan lagunya Nabi Nuh membawa misi tak sekadar menghibur tapi memberi penyadaran kepada para penghuni untuk insyaf.
 
Menakar Awal Popularitas Benyamin Sueb
 
Saat nama Benyamin Sueb berkibar kencang, era piringan hitam tengah berganti menjadi kaset. Lantas, jaringan pendengar musik Benyamin Sueb meluas. Tak sebatas pemilik piringan hitam yang saat itu harganya mentereng.
 
Dan memang, saat karier Benyamin Sueb melambung hanya sebatas kalangan menengah ke atas yang bisa menikmati lagu-lagunya. Meski dikabarkan ekonomi Bang Ben saat itu goyang.
 
Tahun 1971, Demita Mesra Record melirik bisnis kaset. Pada saat bersamaan, Benyamin Sueb merekam karyanya di perusahaan rekaman Ramako. Dari sini, Bang Ben mendandani rumah kontrakan di kawasan Senayan lengkap dengan sedan merk Skoda buatan Italia terparkir di garasi. Mobil itu diberi nama Denok.
 
Namun, agaknya informasi ini pun masih diragukan karena informasi dari Dul Kamdi dinilai kurang valid. Dul Kamdi ini yang kemudian dikenal mendekatkan Ida Royani dengan Benyamin Sueb sebagai teman duet. Namun, sebelumnya disebutkan ada Moenadji alias Cang Kaji yang mengenal Ida Royani pada 1964.
 
Sebelum bersama Ida Royani, Benyamin Sueb asyik bermain dengan Orkes Gambang Kromong Naga Mustika. Musik-musik modern dengan instrumen gitar listrik, organ, bass, berpadu dengan alat musik tradisional suling bambu, gambang, gendang, krecek, dan gong.
 
Saat itu, gadis blasteran Jerman-Betawi bernama Rossy menjadi teman duet pertama Benyamin Sueb. Duet mereka menghasilkan lima piringan hitam. Tukang Solder menjadi yang paling dikenang Benyamin Sueb.
 
Selepas bersama Rossy, Benyamin Sueb berduet dengan Rita Sahara tetapi hanya menghasilkan dua buah piringan hitam. Rita lebih suka bermain film. Pada 1971, Ida Royani menjadi teman duet Benyamin Sueb berkat perantara Cing Kaji.
 
Ida Royani saat itu masih SMP dan menjadi penyanyi Orkes Zakaria. Enam tahun berlalu, Benyamin Sueb puas berduet dengan Ida Royani. Cing Kaji mendapat imbalan Rp20 ribu.
 
"Kalau ada orang yang tahu Benyamin sampai ke usus-ususnya, itu Ida," kata Ida, seperti tertulis dalam buku Muka Kampung Rezeki Kota.
 
Tak hanya Jiung Band diterpa angin segar genre musik Benyamin. Saat itu, band Naif disebut dengan gaya retro meneruskan gaya bermusik Benyamin Sueb, tanpa memainkan gambang kromong.
 
Duet Ikonik bersama Ida Royani
 
Ida Royani dalam garis keturunannya sudah memiliki darah seni. Pada zamannya, Ida Royani disebut sebagai trendsetter. Ketika saat itu pesangon dipegang orangtua, Ida Royani memegangnya sendiri. Tak jarang, dia bertolak ke Singapura dalam sehari saja.
 
Ibaratkan dua dunia berbeda, Ida Royani yang modis dan Benyamin Sueb yang dekil kerap menjadi bahan olokan untuk Ida dari teman sejawatnya. Namun, Ida Royani tetap ketagihan bernyanyi Gambang Kromong bersama Benyamin Sueb meski lagu itu menurutnya kampungan. Duet mereka sukses di era kaset.
 
Rasa jengkel itu tak jarang dilontarkan kepada Benyamin Sueb. Sebab, Benyamin Sueb dinilai menang banyak sementara Ida Royani dicerca teman-temannya. Tanggapan Benyamin pun hingga kini melegenda dan menjadi tajuk buku.
 
"Biarin, Da, gue dikatain muka kampungan, tapi rezeki kita, rezeki kota," kata Benyamin Sueb.
 
Tajuk Muka Kampung Rezeki Kota juga menjadi tajuk acara mengenang Benyamin Sueb di stasiun televisi RCTI pada 5 Maret 2003 di Ancol Jakarta.
 
Kerap bertemu bukan tak mungkin ada perasaan. Rupanya dari pihak Benyamin yang merasakan bertepuk sebelah tangan lantaran saat itu Ida Royani sudah berpacaran dengan Aji Prasetya, seorang pilot anak Marsekal Udara.
 
Siti Aminah, ibu Ida Royani menyadari itu dan terus mengawasi tindak tanduk Benyamin. Dia tak seratus persen memberikan restu lantaran citra artis yang saat itu kerap diterpa isu miring. Namun, di satu sisi dia salut melihat Ida Royani yang tetap bersikap galak ketika ada improvisasi tambahan dari Benyamin Sueb seperti memeluk. Kedengarannya jengkel, tapi Ida Royani disebut bersikap profesional saat naik pentas karena sudah menjadi bagian dari pekerjaan.
 
Suatu hari, Ida Royani meneruskan studinya di London Academy of Modelling di Inggris untuk menghindari Aji. Sementara Aji disebutkan meneruskan studi penerbangan di Amerika. Benyamin Sueb kebingungan ketika Ida Royani akan bertolak.
 
Saat itu, Benyamin Sueb sudah beristri, Hajjah Nonnie. Istrinya sempat kesal ketika Benyamin kerap diledek Ida Royani di atas panggung. Namun, Benyamin menjelaskan itu adalah bagian dari cara dia mencari nafkah. Ya, hubungan love-hate relationship Benyamin dan Ida Royani ini seperti sebuah keuntungan di satu sisi.
 
Benyamin Sueb kemudian berduet dengan Herlina yang tak jauh berbeda dengan Ida Royani. Rupanya meski Ida Royani kerap meledek, ada sedikit perasaan untuk Benyamin Sueb. Dia pernah cemburu. Benyamin Sueb tampaknya bak pangeran dengan pesonanya sendiri telah memikat banyak perempuan.
 
Namun, toh pada akhirnya Benyamin Sueb dikaruniai lima orang anak bersama Nonnie: Bieb Habani, Bob Benito, Biem Triani, Beno Rachmat, Benny Pandawa. Setelahnya, Benyamin Sueb juga memperistri Alfiah dan dikaruniai empat orang anak: Belinda Sahadati A., Bianca Beladina, Billy Sabila, Bayi Nurhayati.
 
Nama Benyamin Sueb yang Tak Boleh Pupus
Benyamin Sueb dan Hajjah Nonnie di kediaman kawasan Kemayoran. (Foto: Dokumentasi keluarga, dipotret dari buku Muka Kampung, Rezeki Kota - 2005)  
 
Lagu Populer Benyamin Sueb
 
Ada ratusan karya mungkin dalam bank lagu yang dipopulerkan Benyamin Sueb. Kompor Meleduk dan Nonton Bioskop tak jarang terdengar hingga sekarang. Dalam buku Muka Kampung Rezeki Kota, dituliskan Kompor Meleduk adalah bentuk kepedulian dan kritik sosial Benyamin Sueb terhadap fenomena yang terjadi di Jakarta. Termasuk juga lagu Ondel Ondel.
 
Kompor Meleduk
 
Jakarta kebanjiran
Di Bogor angin ngamuk
Rumah ane kebakaran
Gara-gara kompor meleduk
 
Ane jadi gemeteran
Wara wiri keseribet
Rumah ane kebanjiran
Gara-gara got mampet
 
Ayo bersihin got
Jangan takut belepotan

 
Menurut pengamat musik Bens Leo, karya Benyamin Sueb yang paling ikonik ketika bermain bersama Gambang Kromong Naga Mustika. Saat itu, Benyamin Sueb berduet dengan Ida Royani.
 
"Yang paling fenomenal adalah eksplorasi musik atau lagu karya Benyamin dengan Gambang Kromong Naga Mustika saat mengiringi Benyamin duet dengan Ida Royani. Saya juga suka sama lagu Kompor Meleduk liriknya tema sketsa sosial, pernah direkam ulang dan aransemen baru oleh band Jakarta (Jiung Band)," kata Bens Leo kepada Medcom.id.
 
Benyamin Sueb juga terkenal dengan karya populernya bersama musik gambang kromong antara lain Nyai Dasimah, Si Jampang, dan Tukang Garem. Dia menolak disebut sebagai pionir gambang kromong modern. Dia lebih nyaman ketika nama Lilis yang disebut. Sebab, Benyamin memainkan gambang kromong beberapa tahun setelah Lilis. Selain Lilis Suryani, ada Lilis Sukairi Mukti yang memperlopori gambang kromong sebelum Benyamin Sueb.
 
Benyamin Sueb tak berpaku pada satu genre musik saja. Pembawaannya yang khas sebagai seniman Betawi memperdengarkan segala jenis musik.
 
"Dia lebih ke blues, sih. Rock and roll, blues. Semua warna musik bisa, dangdut, rock, blues, lagu Sunda bisa. Seriosa aja dia bisa," kata Ajul dari Jiung Band.
 
"Di dunia musik, tanpa sadar Bang Ben adalah tokoh musik yang memperkenalkan musik blues pada music lovers Indonesia," kata Bens Leo.
 
Pada 1965, kebebasan berekspresi dan berkesenian terkekang oleh ideologi penguasa. Dalam buku Muka Kampung Rezeki Kota, konsep politik sebagai panglima menerobos ke jantung seni di negeri yang otoriter. Tak hanya Eropa Timur, atmosfir perang dingin pun terasa di Indonesia.
 
Imbasnya, Presiden Soekarno melarang segala kesenian berbau budaya barat seperti celana jeans hingga rambut gondrong. Sementara saat itu dunia mode tengah berkiblat pada masa kejayaan The Beatles. Pada tahun 1980-an, Harmoko sebagai Menteri Penerangan di Orde Baru melarang lagu-lagu cengeng seperti karya Pance Pondaag, Iwan Fals, dan lagu yang dinyanyikan Betharia Sonata.
 
Presiden Soekarno melarang musik barat yang disebut sebagai musik ngak ngik ngok. Situasi ini membuat para seniman memutar keras otak untuk berkesenian di negeri sendiri.
 
Benyamin Sueb bersama seniman seangkatan, Asbon dan Gumarang mengakali hal itu dengan melakukan improvisasi agar tak dicekal. Saat itu Asbon dan Gumarang mengaransemen lagu-lagu Minang hingga terdengar seperti irama musik tango dan cha cha khas Amerika Latin.
 
Seberapa penting sosok Benyamin Sueb dalam Perjalanan Musik?
 
Nama Benyamin Sueb tak bisa disandingkan oleh seniman manapun. Multi talenta dalam berkesenian membuat namanya sudah berkesan sejak mengenal karya-karyanya. Selain di dunia musik, nama Benyamin Sueb juga diakui di industri film dan sinetron.
 
"Benyamin adalah budayawan Betawi yang paling lengkap. Di luar membuat album rekaman, termasuk dengan Naga Mustika perannya dalam dunia film juga membanggakan. Piala Citra sebagai Aktor Terbaik, Bang Ben juga sangat fenomenal sebagai aktor sinetron. Rano Karno merasa kehilangan tatkala sinetron Si Doel yang ratusan episode kehilangan sosok Benyamin sebagai aktor," kata Bens Leo.
 
Tak dapat pula Benyamin Sueb dikatakan menganut satu genre khusus karena Benyamin memiliki genrenya sendiri. Salah satu pendiri Irama Nusantara, David Tarigan memaparkan Benyamin Sueb memiliki gaya ekspresi khas ketika bermusik di atas panggung. Sehingga band pengiringnya pun harus mengikuti Benyamin Sueb.
 
"Benyamin dengan paket kesenian dia yang spektakuler dan spesial itu terkenal enggak hanya musik. Kalau menonton pertunjukan dia, atraktif sekali di panggung tidak sekadar bernyanyi. Dan kita juga tidak pernah tahu apa yang akan dia buat di atas panggung. Paket seni pertunjukannya juga pasti penuh improvisasi belum lagi akhirnya dia main film," kata David Tarigan ditemui di kantor Irama Nusantara.
 
"Kadang-kadang kalau mendengar lagu dia kayak nonton film. Kita terhibur ada lawaknya tapi musiknya keren juga, nyanyinya juga seru. Ini satu paket di dia," imbuhnya.
 
Benyamin Sueb dalam bermusik pun dinilai memiliki ciri khas dan menjadi kiblat musik populer. David Tarigan mengatakan, Benyamin Sueb meski kental dengan adat Betawinya tetap menarik perhatian dunia karena sikapnya yang ekspresif.
 
"Dia berekspresi dengan gayanya, dalam nyanyian, serapahan atau apapun, khususnya di bidang musik apa yang dia lakukan bisa dibilang seperti menjadi pakem bagi musik Indonesia khususnya musik populer," kata David.
 
"Memang sampai sekarang orang masih menghidupi apa yang dia buat. Sebegitunya sampai sekarang bisa dilihat, dia enggak bisa dibilang hanya seniman Betawi atau mengekspresikan gaya Betawi. Campur aduk dia. Bahkan secara musikal musiknya macam-macam juga, memang pas buat gaya berekspresi dia mencampurkan banyak hal. Tapi dia orang Betawi jadi memang unsur ekspresi Betawinya kental sekali," kata David.
 
Dalam industri film, Benyamin Sueb berhasil meraih Piala Citra kategori Pemeran Utama Terbaik di film Intan Berduri (1973) dan Si Doel Anak Modern (1975).
 
Tak tampak garis keturunan Benyamin Sueb yang mewarisi perangai sang legenda. Karyanya tetap abadi dalam berbagai medium. Terlepas dari kemudahan teknologi sekarang, nama Benyamin Sueb sampai hari ini cuma ada satu. Zorro Kemayoran itu dikenal dengan gaya khas Betawi yang tak lekang oleh zaman.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ELG)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan