SUPERGLAD. Band rock Superglad memperlihatkan album terbaru mereka saat jumpa wartawan dan para fansnya di Rockmen Distro, Makassar, Sulsel, Senin (20/2/2012). (Foto:Ant).
SUPERGLAD. Band rock Superglad memperlihatkan album terbaru mereka saat jumpa wartawan dan para fansnya di Rockmen Distro, Makassar, Sulsel, Senin (20/2/2012). (Foto:Ant).

Kata Buluk Superglad Soal Label Kelola Manajemen Artis

Agustinus Shindu Alpito • 14 Maret 2016 10:40
medcom.id, Jakarta: Eksis selama 13 tahun di industri musik Indonesia tentu sebuah prestasi tersendiri bagi Superglad. Harus diakui, grup punk rock asal Jakarta itu cukup tangguh melewati berbagai keadaan yang ada. Baik persoalan internal maupun eksternal.
 
Superglad kini tergabung dengan label Demajors. Seperti diketahui, Demajors memiliki citra kuat sebagai pihak yang getol menjadi distributor album-album musisi independen. Beberapa tahun lalu Demajors mengembangkan bisnis mencakup perusahaan rekaman, Superglad merupakan grup yang tergabung di dalamnya.
 
Pada saat ini, perusahaan rekaman atau label umumnya juga memiliki divisi manajemen artis. Membuka divisi manajeman artis ibarat memberi nafas yang lebih panjang bagi label di tengah musim paceklik penjualan fisik dan janji manis digital yang belum terpenuhi.

Meski label tempatnya bernaung tidak melebarkan sayap di lini bisnis manajemen artis, Buluk sang vokalis sekaligus gitaris Superglad cukup fasih memberi opini tentang sikap label yang merambah manajemen artis.
 
“Kalau gue gini. kalau band-nya enggak masalah dengan potongan bayaran 30 sampai 35 persen fee-nya buat label. Tapi label harus komitmen dengan pemotongan persentase itu uangnya akan digunakan untuk promosi,” tegas Buluk saat ditemui Metrotvnews.com di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
 
Secara blak-blakan, Buluk mengaku potongan yang paling ideal menurutnya tidak sampai 30 persen. Hal itu dia terapkan di Superglad hingga saat ini.
 
“Kalau memang band-nya percaya silakan, tapi kalau Superglad enggak percaya. Karena begini, gue dengan label apapun dan sekarang di Demajors, pemotongan sah normal paling tinggi hanya 20 persen.”
 
“Dengan Demajors itu enak, kalau Superglad yang dapat panggung sendiri mereka tidak dapat persentase potongan. Kecuali kerjaan yang didapat lewat Demajors, mereka ambil 20 persen. Enggak usah Demajors deh, kalau lu semua misal kasih kerjaan untuk Superglad gua kasih 20 persen. Itu kan seperti sistem booking agent,” ujar Buluk.
 
Menurut Buluk, perusahaan rekaman idealnya memang fokus pada produksi musik para musisi yang berada di bawah manajemennya. Keuntungan label didapat dari penjualan musik dalam format fisik atau digital. Itupun tergantung kebijakan masing-masing label dan kesepakatannya dengan musisi yang bekerjasama.
 
“Masalahnya label di Indonesia sekarang kusut semua. Penjualan mereka (menurun) dan enggak ada pemasukan. Dari panggung deh larinya. Akhirnya mereka tarik band atau penyanyi yang sudah jadi kayak Universal kemarin tarik Pee Wee Gaskins. Karena band itu sudah jadi dan sudah jelas paggungnya. Kasihan juga satpam atau pekerja lain di label yang juga butuh uang. Kalau misal bangkrut, kasihan mereka. Kalau gue sih setuju soal manajemen, tapi mereka (label) hanya dapat fee 20 persen,” tutup pria yang pernah mengenyam pendidikan musik di Australia dan Singapura itu.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIT)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan