Kritik tajam datang dari musisi senior dan pegiat jazz tanah air, Indra Lesmana, yang menilai bahwa festival semacam itu telah kehilangan “jiwa jazz” nya dan hanya berorientasi pada angka dan komersialisme.
Indra Lesmana bukan nama baru dalam dunia jazz Indonesia. Ia adalah putra dari maestro jazz tanah air Jack Lesmana dan telah berkontribusi lebih dari empat dekade dalam perkembangan musik jazz, baik sebagai pianis, komposer, produser, hingga mentor bagi generasi muda.
Dalam unggahan akun instagram nya @indralesmana, ia menuliskan bahwa semakin sedikit musisi jazz tampil di festival yang mengusung nama jazz, maka hilang pula ruh dari festival tersebut.
"Jazz belum mati. Jazz sedang berevolusi. Ada banyak seniman muda yang membawa napas baru ke dalam jazz," tulis Indra.
Ia juga menegaskan bahwa festival jazz seharusnya memberi ruang bagi musisi untuk bernapas dan penonton untuk merasakan pengalaman mendalam, bukan sekadar mengejar jumlah penonton.
| baca juga:
|
Dalam unggahan lanjutan, Indra menyayangkan festival yang menyebut diri sebagai “jazz”, tetapi justru mayoritas diisi musisi dari genre lain. Hal ini dinilai membingungkan penonton, mereduksi visibilitas seniman jazz, serta melemahkan identitas budaya jazz itu sendiri.
"Kalau memang tidak relevan untuk dinamakan Jazz Festival, jangan dipaksakan," tegasnya.
Endah Widiastuti Turut Bersolidaritas
Dukungan terhadap kritik Indra Lesmana pun berdatangan. Salah satunya dari musisi independen Endah Widiastuti yang dikenal lewat duo Endah N Rhesa. Dalam unggahan di akun threads miliknya, Endah menyampaikan bentuk solidaritas nyata bagi para musisi jazz yang kesulitan mendapatkan panggung.
“For our lovely jazz musician... Earhouse siap menjadi tempat untuk kalian bermain, bereksplorasi, dan menjadi tempat untuk memainkan rilisan terbaru kalian tanpa harus membayar sewa tempat. Tempat ini memang untuk memberi ruang bagi musisi-musisi yang sulit mendapatkan tempat bermain. Mudah-mudahan, dengan ruang seadanya ini, bisa berkenan di hati,” tulis Endah.
Pernyataan Endah ini langsung mendapat respons positif dari publik, khususnya komunitas musik independen. Earhouse, sebuah ruang pertunjukan musik yang dikelola oleh Endah N Rhesa di Pamulang, memang selama ini dikenal sebagai rumah bagi musisi lintas genre untuk tampil tanpa tekanan komersial.
Dengan adanya dukungan seperti yang diberikan oleh Endah Widiastuti serta kritik konstruktif dari Indra Lesmana, polemik ini menjadi refleksi penting bagi industri musik Indonesia. Jazz bukan sekadar label atau genre, melainkan budaya yang hidup dan berkembang yang membutuhkan ruang dan dukungan agar tetap relevan dan tumbuh di tengah arus industri hiburan yang serba cepat.
(Cony Brilliana)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id