Dalam unggahan di Instagram, Ariel menyoroti bahwa mekanisme direct licensing dalam konteks performing rights atau hak pertunjukan di mana pencipta lagu bisa memberikan izin langsung kepada pengguna tanpa melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) belum memiliki regulasi yang jelas dalam Undang-Undang Hak Cipta.
Menurut Ariel, ketiadaan aturan yang mengatur skema ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan banyak pihak dalam industri musik.
“Direct licensing belum diatur mekanismenya dalam Undang-Undang Hak Cipta. Output-nya belum diuji, bagaimana efisiensinya dalam pelaksanaan, hingga bagaimana kerjasama yang adil untuk pihak pencipta dan pengguna, termasuk tarifnya,” ujar Ariel Noah lewat akun Instagram pribadinya @arielnoah pada Minggu, 24 Maret 2025.
Baca juga: Jawaban Armand Maulana Mengapa Belum Bertemu Kelompok Ahmad Dhani soal Royalti |
Ariel yang bagus saja menghadirkan single barunya “Suara Dalam Kepala” menegaskan selama ini sistem pembayaran royalti telah berjalan melalui LMK, yang sudah memiliki dasar hukum dan mencakup aspek pajak.
Dengan munculnya direct licensing tanpa regulasi yang jelas, dikhawatirkan akan terjadi ketidakseimbangan dalam penentuan tarif royalti serta mekanisme pembayaran yang tidak seragam.
“Selama ini, mekanisme melalui LMK sudah mencakup sampai aturan pajaknya. Jika ada sistem baru seperti direct licensing, maka harus ada regulasi yang memastikan skema ini adil bagi semua pihak,” tambahnya.
Ia juga menyoroti potensi ketimpangan dalam negosiasi jika sistem direct licensing diterapkan tanpa kejelasan aturan.
Menurutnya, pencipta lagu bisa memiliki kuasa mutlak dalam menentukan harga, yang dapat menimbulkan kesepakatan yang tidak seimbang, terutama bagi penyanyi original yang pertama kali membawakan lagu tersebut.
“Jika negosiasi harga dilakukan di tengah-tengah setelah lagu populer, pencipta lagu akan memiliki kuasa mutlak. Ini bisa membuat negosiasi cenderung sepihak,” jelas Ariel.
Wacana direct licensing sendiri memicu perdebatan di industri musik. Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) mendukung skema ini karena dianggap sebagai solusi atas kendala dalam pembayaran royalti.
Namun, di sisi lain, Vibrasi Suara Indonesia (VISI) perkumpulan penyanyi Indonesia justru mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi.
VISI mempertanyakan keabsahan tarif royalti performing rights yang ditentukan oleh pihak di luar Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan aturan pemerintah.
Perbedaan pandangan antara AKSI dan VISI menunjukkan bahwa masih ada ketidakselarasan mengenai sistem pembayaran royalti di Indonesia.
(Nithania Septianingsih)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id