Perkembangan inovasi teknologi dalam dekade saat ini, juga menjadi bagian penting dan tidak dapat terpisahkan pada industri musik. Peranannya, telah menjadikan wajah industri musik berubah drastis menuju arah baru yaitu era digital. Sangat berbeda dengan sebelumnya, jika industri musik menekankan pada bentuk fisik dan kaset. Kemudian teknologi telah menjadi kontradiksi historis utama dalam industri musik, karena telah membantu mendorong komoditas musik ke pelosok dunia. Sementara pada saat bersamaan berusaha menghancurkan dari inti materinya yaitu industri fisik.
Peranan teknologi telah membawa perubahan besar yang berdampak. Seperti era kaset dan Compact Disk (CD) sebagai medium utama distribusi musik telah hilang. Sejak awal 2000 an, digitalisasi industri musik telah melahirkan gelombang besar disrupsi yang menggoyang pondasi model bisnis kontemporer. Lahirnya platform seperti I Tunes, Spotifty, YouTube telah mengubah cara baru musisi menjangkau audience dan memonetisasi karya seninya.
Sejarah teknologi industri musik seperti dikutip dari buku The Handbook of Political Economy of Communication. Wasko., et.al. [Eds]. Blackwell Publishing Ltd. (2011), tentang The Political Economy of the Recorded, menyebutkan bahwa sejarah industri musik pada dasarnya adalah teknologi, karena industri musik pada dasarnya adalah produk sains. The Fabulus Phonograh juga menuliskan bahwa sejarah fonograf merupakan sejarah penemuan industri dan instrument musik.
Sedangkan sejarah budaya kritis fonograf menunjukan cara penting dimana kekuatan ekonomi dan budaya telah membentuk penemuan teknologi. Untuk menganalisis bisnis industri musik melalui sejarahnya terdapat tiga isu khusus. Pertama dampak perubahan teknologi, kedua ekonomi poltik populer, dan ketiga adalah budaya musik baru. Teknologi telah mengubah industri musik sehingga mengarah dan muncul pada jenis konsumsi. Dari analisis tersebut, secara historis industri musik telah mempertimbangkan hubungan antara teknologi, budaya dan ekonomi serta produksi dan konsumsi yang terus berkembang.
| Baca juga: Mengapa Lagu-lagu Ed Sheeran Mudah Diterima Pendengar? |
Alat Politik dan Profit
Menurut Jonh Lennon, musik adalah milik semua orang. Hanya penerbit dan perusahaan industri yang berpikir bahwa orang-orang memilikinya. Musik bukan hanya bentuk ekspresi artistik, tetapi juga medium yang memiliki nilai strategis dalam ranah ekonomi dan politik. Di banyak negara, pemerintah atau partai politik memiliki kontrol atau pengaruh terhadap industri musik dan hiburan. Sensor terhadap musik yang dianggap "berbahaya" menjadi mekanisme untuk mengatur opini publik. Selain itu, musisi yang berpihak pada partai atau tokoh politik tertentu sering memperoleh akses lebih besar ke sumber daya, panggung, dan media.
Musik dalam kampanye politik menjadi strategi efektif dan penting untuk membangun citra dan identitas. Lirik yang sederhana, repetitif, dan penuh semangat digunakan untuk menanamkan pesan politik. Misalnya, lagu kampanye Obama "Yes We Can" yang dinyanyikan oleh artis-artis terkenal, atau penggunaan jingle kampanye di Indonesia oleh berbagai calon legislatif. Musisi juga mendapatkan eksposur, honorarium, dan peningkatan brand pribadi dari keterlibatan politik ini.
Di Indonesia, jingle kampanye yang dibungkus dengan musik dangdut, pop atau lagu daerah menjadi cara ampuh menyasar pemilih di tingkat akar rumput dan basisnya. Kesempatan ini sering digunakan dalam berbagai kesempatan dan acara dalam kampanye politik yang mengundang banyak massa. Dengan lirik yang memuji calon tertentu, musik menciptakan kesan emosional dan familiar, sekaligus menjadi produk promosi murah meriah.
Era konteks kontemporer, industri musik telah menjadi alat strategis di persimpangan antara politik dan ekonomi, khususnya dalam hal mobilisasi massa, pembentukan identitas kolektif, dan penciptaan nilai ekonomi. Fenomena ini mengundang perhatian untuk memahami bagaimana musik digunakan sebagai instrumen dalam menghasilkan profit.
| Baca juga: Sebelum Lelang, Van Band Melvins yang Dihias Kurt Cobain Dipamerkan |
Dibalik lirik nya yang kadang memukau audience, industri musik di Indonesia merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari sektor ekonomi kreatif dengan tentunya menghasilkan profit. Pada bagian ini ekonomi poltik industri musik berkaitan erat dengan uang dan pasar. Peran musisi bukan hanya sebagai penghibur, melainkan pelaku budaya yang memiliki hak untuk dihargai secara adil dalam struktur ekonomi dan karya seni yang mereka ciptakan.
Dibalik era digital, musisi independent memperoleh ruang baru untuk mengekpresikan karya seninya dengan eksis. Lahirnya era digital, menjadikan logika bisnis besar serta masalah pembajakan. Ruang baru ini lahir sebagai inovasi bagi musisi untuk meraih profit menjadi terbuka lebar. Tentu tanpa harus dibayang-bayangi dengan adanya ketidak pastian dari yang sewaktu-waktu mengancam industri musik.
Lirik atau musik tidak dapat dilihat semata sebagai bentuk ekspresi seni semata. Industri musik merupakan bagian dari jaringan ekonomi dan politik yang kompleks. Bisa menjadi alat propaganda, pembentuk opini, sekaligus mesin penghasil uang. Dalam dunia yang makin terkoneksi secara digital dengan pembentukan budaya, kekuatan musik melintasi batas ideologi dan pasar. Oleh karena itu, perlu ada kesadaran kritis dari masyarakat terhadap bagaimana musik diciptakan, didistribusikan, dan dikonsumsi, agar kita tidak hanya menjadi konsumen pasif dari narasi yang dikemas dalam harmoni.
Penulis : Muhamad Hapipi
Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id