Menanggapi hal itu, Afgan selaku musisi mengapresiasi. Namun, masih ada perasaan mengganjal bagi penyanyi 26 tahun itu.
“Ini langkah bagus, tapi masih ada situs (ilegal) yang besar, GudangLagu. Jadi percuma saja. Kenapa enggak semua sekalian ditutup? Tapi langkah pemerintah harus dihargai,” ujar Afgan.
Di sisi lain, iklim penjualan dan pendistribusian rilisan fisik musik tengah mengalami siklus baru. Terlebih setelah gerai-gerai penjualan CD tutup lantaran lesunya penjualan.
“Kami lagi putar otak, toko CD sudah tutup semua. Sekarang mengandalkan penjualan online di iTunes atau di KFC. Kami rencananya mau bikin konser di tiap kota dan sambil kita jual CD. Lebih ke direct-selling,” lanjut Afgan.
Meski penjualan album fisik pada saat ini tidak bisa diandalkan sebagai sumber pemasukan utama, Afgan tetap optimis. Siasat lain yang bisa dilakukan para musisi menurutnya adalah menjual CD secara paket dengan produk sponsor. Dari pengalaman Afgan, hal itu turut berpengaruh terhadap pejualan albumnya.
Tiap musisi memiliki strategi masing-masing dalam pendistribusian karyanya. Bahkan, ada beberapa yang menggratiskan album dan lagunya dengan metode bebas unduh. Strategi itu cukup inovatif, tetapi tidak bagi Afgan.
“Mungkin kalau luar negeri bisa seperti itu (menggratiskan musiknya) karena industrinya lebih settle, tapi saya masih pakai label. Kalau saya indie mungkin bisa karena rekaman pakai duit sendiri, sedangkan saat ini masih pakai label, rekaman dibiayai label juga. Jadi enggak mungkin menggratiskan album,” jelas Afgan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News