Kabar duka Max Romeo telah dikonfirmasi oleh pihak keluarga lewat unggahan terbaru di akun media sosial Instagram sang musisi, @maxromeooficial pada Minggu, 13 April 2025.
"Dengan kesedihan yang mendalam, kami mengumumkan meninggalnya Max yang kami cintai. Kami sangat berterima kasih atas curahan cinta dan penghormatan, dan dengan hormat kami mohon privasi untuk saat ini. Legenda tidak pernah mati," tulis pihak keluarga di akun Instagram pribadi @maxromeoofficial pada Minggu, 13 April 2025.
Max Romeo sendiri berhasil meraih popularitas sebagai musisi reggae lewat lagu hitnya yang dikenal provokatif bertajuk "Wet Dream". Dirilis pada akhir 1960-an, lagu tersebut sempat menuai kontroversi hingga dilarang diputar oleh BBC karena dianggap terlalu vulgar untuk siaran publik.
Namun, larangan itu justru malah membawa lagu "Wet Dream" menjadi sorotan dan populer di Inggris saat itu. Bahkan, "Wet Dream" berhasil bertahan di tangga lagu UK Top 10 Single selama 25 minggu. Prestasi tersebut sekaligus mengukuhkan nama Max Romeo sebagai musisi reggae paling dikenal di dunia selain Bob Marley.
Baca juga: Nagita Slavina Buat Ajang Pencarian Bakat untuk Anak-Anak |
Profil Max Romeo
Max Romeo lahir dengan nama asli Maxwell Livingston Smith pada tahun 1944 di Paroki Saint Ann, Jamaika. Max muda pun memulai perjalanan karier bermusiknya di Kingston sebagai vokalis utama dari grup vokal The Emotions pada tahun 1965. Seiring berjalannya waktu, musik Max pun berkembang menjadi suara khas dari gerakan demokrasi sosial di Jamaika pada era 1970-an.
Tak hanya dikenal lewat lagu-lagunya yang kontroversial, Max Romeo juga tercatat pernah berkontribusi dalam ranah politik. Lagu miliknya yang berjudul "Let the Power Fall" sempat dijadikan lagu kampanye oleh Partai Nasional Rakyat Jamaika (People’s National Party) dalam pemilihan umum tahun 1972.
Karier Max Romeo terus menanjak, dan pada tahun 1976 ia berhasil menjalin kerja sama dengan label musik ternama Island Records untuk merilis album War Ina Babylon (1976)
Album ini diproduseri oleh maestro dub Lee "Scratch" Perry dan didukung oleh band legendaris The Upsetters. War Ina Babylon tak hanya mendapat pujian kritis, tetapi juga dianggap sebagai salah satu mahakarya dari era roots reggae, sekaligus menjadi tonggak penting dalam perkembangan musik Jamaika di kancah musik internasional.
(Basuki Rachmat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News