Terdapat 29 musisi yang tergabung dalam Gerakan Satu Visi menyuarakan uji materiil atas pasal 9 ayat (3), pasal 23 ayat (5), pasal 81, pasal 87 ayat (1), dan pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.
“Uji materiil UU adalah ikhtiar awal agar kedepannya tidak terjadi kesimpangsiuran dalam pengoleksian royalti,” kata Armand Maulana, dalam keterangan resmi yang diterima Medcom.id.
Gerakan Satu Visi disebut Armand sebagai rumah para penyanyi dan pencipta lagu berkumpul, berserikat dan berdaya. Tujuannya menjaga keharmonisan dan keselarasan ekosistem musik Indonesia.
baca juga: |
“Jelas tidak ada dalam agenda kami untuk mendiamkan konflik antar profesi di dunia musik Indonesia. Kita kerja dan berjuang di industri yang sama, di jalan musik, semoga bisa bersatu seperti musik menyatukan banyak orang,” ucap Armand.
Kelima pasal yang diusul untuk dilakukan uji materiil ini secara berurut berisi tentang izin dari pencipta lagu untuk kegiatan pertunjukan (performing), mengenai siapa pihak yang harus membayar royalti atas performing.
Selanjutnya mengenai peluang pihak lain selain LMKN memungut dan mendistribusikan royalti performing, menentukan tarif sendiri, dan terakhir mengenai ketentuan pidana jika royalti performing belum dibayarkan.
Dalam pengajuan uji materiil di MK, Panji Prasetyo ditunjuk sebagai koordinator kuasa hukum.
Penyanyi dan pencipta lagu yang terhimpun dalam Gerakan Satu Visi di antaranya Armand Maulana, Ariel NOAH, Vina Panduwinata, Titi DJ, Judika, Bunga Citra Lestari, Rossa, Raisa, Nadin Amizah, Bernadya, Nino Kayam, Vidi Aldiano, Afgan, Ruth Sahanaya, Yuni Shara, Fadly PADI, Ikang Fawzi, Andien, Dewi Gita, Hedi Yunus, Mario Ginanjar, Teddy Adhitya, David Bayu, Tantri KOTAK, Arda Hatna, Ghea Indrawari, Rendy Pandugo, Gamaliel, dan Mentari Novel.
Beberapa di antara mereka juga merupakan anggota Visi (Vibrasi Suara Indonesia), wadah kolektif untuk bersatu, berserikat, dan berdaya yang diinisiasi oleh para penyanyi Indonesia.
Gerakan ini bermula dari kekhawatiran yang sama tentang simpang siurnya beberapa pasal yang terdapat dalam UU Hak Cipta, yang mana hal tersebut dapat mengakibatkan konflik di antara profesi yang berkecimpung di industri musik Indonesia.
UU dan pelaksanaan yang ada sekarang dinilai belum melindungi hak pekerja musik yang di dalamnya adalah penyanyi, pencipta musik, pelaku pertunjukan dan berbagai pihak yang terkait.
“Kami berharap, setelah uji materiil dilakukan akan ada kejelasan, sehingga tidak ada lagi simpang siur penafsiran yang menimbulkan keresahan,” ucap BCL.
Bagi BCL, ini adalah langkah konkret dan bentuk kepedulian dari Gerakan Satu Visi untuk mendukung terciptanya ekosistem musik yang adil untuk semua. Dia berharap para musisi dapat berkarya dan bekerja dengan nyaman di industri musik Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News