Beberapa film Indonesia berhasil masuk ke dalam festival internasional. Salah satu ajang yang menjadi sorotan adalah Busan International Film Festival (BIFF).
Selain itu, bisa dikatakan bahwa tahun ini merupakan kebangkitan film tanah air melalui BIFF 2023. Hal itu karena adanya program khusus bertajuk Renaissance of Indonesian Cinema.
Melalui program itu, film atau serial Indonesia yang telah diseleksi bisa tayang di BIFF 2023. Sederet film atau serial itu adalah Gadis Kretek, 24 Jam Bersama Gaspar, Basri & Salma in a Never-Ending Comedy, Dancing Colors, Vania on Lima Street, dan Ziarah.
Yosep Anggi Noen, selaku sutradara film 24 Jam Bersama Gaspar, menjelaskan hal penting yang perlu diperhatikan saat bersaing di festival film internasional. Hal itu adalah kualitas.
"Pertama, kualitas, yang jelas ya," jelas Anggi Noen saat ditemui di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Kalau saya bisa melihat yang lebih sederhana itu adalah value-nya yang penting untuk dilihat," lanjutnya.
Menurutnya, para pembuat film tanah air harus bisa memiliki film yang bisa disaksikan oleh siapa saja. Jadi, ketika penonton dari luar negeri menonton tetap nyaman dan tidak merasa asing.
"Kita harus bisa tuh punya film yang bercerita tentang masyarakat Indonesia, orang Amerika yang menonton seperti sedang menonton tetangga mereka," ujar Anggie Noen.
Sependapat dengan Anggie Noen, CEO dan Founder Visinema, yakni Angga Dwimas Sasongko, mengatakan bahwa kualitas produksi menjadi langkah awal untuk bersaing di kancah internasional.
"Pertama, dimulai dari kualitas produksinya," kata Angga.
Menurutnya, kualitas produksi harus dihasilkan dengan sangat baik. Hal itu bisa membuat film yang sedang diproduksi mempunyai standar global.
"Jadi, kualitas produksinya harus sangat baik. Punya standar global," tambah Angga.
(Rafi Alvirtyantoro)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News