Pengunjung yang memang 'memburu' kopi di ABCD dan rajin memantau kabar melalui media sosial Instagram, datang di waktu yang dijanjikan yakni pukul 15.00 WIB. ABCD yang sejatinya adalah sekolah untuk barista, menyediakan kopi gratis bagi yang datang. Padahal kopi-kopi yang disajikan adalah kopi kelas premium.
"Untuk skala satu hingga seratus, kopi yang kami sajikan untuk yang datang pasti di atas 80 ke atas. Kami mendapatkan biji-biji kopi pilihan, dari teman yang sengaja memberikan, sehingga kami juga tidak mungkin menjualnya," kata Ve Handojo, salah satu pendiri dan pemilik ABCD.
Dia menambahkan meskipun tidak memasang tarif, dengan adanya barista yang berlatih, pihaknya sengaja memasang red jar, sebuah toples kaleng berwarna merah untuk tempat apresiasi. "Kami tidak mematok tarif dan memaksakan harus membayar, itu namanya apresiasi, kalau menurut mereka kopi yang kami buat untuk mereka enak, ya silakan dinilai sendiri," tambah Ve.
Ve Handojo dan seorang teman Hendri Kurniawan yang telah berkawan selama 20 tahun mendirikan ABCD coffee sejak dua tahun di Pasar Santa yang terletak di Jalan Cipaku, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Mereka mendirikan di pasar itu, selain aksesnya mudah juga sewa yang murah.
"Kami masih bisa dapat sewa, Rp5,5 juta untuk tiga toko dengan ukuran masing-masing 2mx2m selama setahun. Tapi sekarang sudah ramai, nggak bolehlah segitu," kata Hendri.
Kedatangan ABCD secara tidak langsung mengundang anak-anak muda kreatif untuk menyewa lapak di lantai 1 Pasar Santa. Dalam waktu singkat S.U.B Store, Johnny&Jean Vintage Shop, Bear&Co, Posh, AceOFace Barbershop, Ketan Pasar, Daivintage, dan Miechino memulai bisnisnya dari piringan hitam, tempat cukur rambut, mi ayam, hingga barang-barang vintage.
Toko-toko yang didesain unik dan kreatif ala anak muda ini memang mencolok dibandingkan dengan Qiszana Cellular yang menjual keperluan komunikasi seperti pulsa dan telepon seluler, Aneka Jaya yang menjual mainan anak, Sinar Jaya yang menjual alat listrik dan besi, juga Pola Tailor penjahit pakaian yang berada di lantai dasar dari sisi desain toko. Namun mereka dengan barang dan jasa yang mereka tawarkan tidak saling bersaing karena berbeda segmen.
Lantai satu Pasar Santa memang pernah mati suri. Hal itu diakui oleh Kepala Pasar Santa, Bambang Sugiarto. Berdasarkan catatannya, hanya sekitar 300 tempat usaha yang aktif di tahun itu. Pada 2013, angka itu bertambah menjadi 459.
Bambang mengatakan aktivitas di lantai bawah dan dasar tergolong normal, tanpa pernah mengalami penurunan yang berarti. "Namun untuk kios-kios di lantai 1, kondisinya tak pernah membaik. Lantai itu sepi pengunjung, tanpa denyut aktivitas ekonomi. Tak jarang orang menyebut lantai atas itu mati suri," katanya.
Sejak Agustus lalu, keadaan berubah. Sebanyak 350 lebih kios-kios di lantai itu ludes tersewa. Meski seluruhnya telah tersewa, banyak peminat silih ganti berdatangan ke kantor pengelola pasar. "Setiap hari banyak yang datang untuk cari kios lantai 1, padahal sudah habis (tersewa)", kata Budi, staf di kantor pengelola Pasar Santa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News