Aom yang lahir di Sukabumi, Jawa Barat pada 24 Juni 1946 itu wafat di usia 65 tahun akibat keluhan paru-paru dan komplikasi diabetes yang dialaminya sehingga menyebabkan kelingking kirinya harus diamputasi.
Aom menghembuskan nafas terakhirnya tepat saat adzan subuh berkumandang. Ia sempat dirawat di RS Muhamadiyah Bandung dan RS Immanuel Bandung dan dimakamkan di pemakaman keluarga di Cimaragas Garut.
Aom Kusman, begitulah kita mengenal sosok beliau. Nama sebenarnya adalah Kusman Kartanagara. Panggilan Aom merupakan panggilan untuk anak laki-laki bupati Garut saat itu. Sehingga, nama Aom Kusman menjadi lebih populer dibanding nama aslinya. Ia pun akrab disapa Kang Aom.
Semasa kecil, kang Aom banyak menghabiskan waktu di Sukabumi. Hingga remaja, ia pindah ke Bandung dan kuliah di jurusan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Padjajaran pada 1965.
Kang Aom memilih jurusan tersebut karena memiliki keinginan menjadi duta besar agar bisa mengelilingi dunia secara gratis. Tapi, ia terpaksa mengubur dalam-dalam impiannya itu sejak seorang sahabat dekatnya mengatakan bahwa gaji duta besar hanyalah Rp50 ribu.
Akhirnya, Kang Aom memilih jalan untuk menjadi penghibur masyarakat dengan lawakan-lawakannya. Tak lama setelah itu, ia malah mendengar bahwa sahabatnya yang membuatnya mengurungkan niat menjadi Duta Besarlah yang justru bekerja di Departemen Luar Negeri. Tapi, seperti sudah takdirnya, kang Aom memang harus menghibur banyak orang.
Setelah meniti kariernya, Kang Aom bertemu dengan Kang Ibing. Kedekatan Kang Aom dan Kang Ibing yang sangat akrab menciptakan banyolan yang sangat khas dan jail ala mereka berdua. Jika ada yang bertanya ke Kang Ibing: "Kang, ari Kang Aom kemana?" (Kang, kalau Kang Aom kemana?), Kang Ibing dengan santai menjawab: "Euweuh, Si Kusman mah geus maot!" (Gak ada, [Aom] Kusman sudah wafat!).
Begitu juga jika Kang Aom ditanya begitu, akan menjawab sama. Inilah yang kadang menjadi banyolan khas mereka yang ditunggu-tunggu saat keduanya berduet siaran di Radio Mara FM.
Pada 1970-an dan 1980-an, Kang Aom dan Kang Ibing membentuk De'Kabayan, tepat setelah Kang Ibing menggarap film 'Si Kabayan' bersama Lenny Marlina (pemeran Nyi Iteung) dan Sofyan sharna (sang Sutradara) pada 1975.
Kang Aom mendapat peran sebagai 'Abah' yang semakin mempopulerkan namanya dan peran tersebut sangat melekat padanya. Tak hanya berdua, di grup lawak itu, Kang Aom dan Kang Ibing juga menggaet Ujang, Sofyan Hargono dan Suryana Fatah (atau lebih dikenal dengan nama Babah Holiang).
Di grup tersebut, setiap personel memiliki ciri khas masing-masing dalam memerankan perannya. Kang Ibing mewakili orang Sunda yang lugu dan saking lugunya seringkali membuat kesal lawan bicara, sedangkan Kang Aom adalah sosok "playmaker". Ia pengatur alur pembicaraan yang handal, yang biasanya menjadi sosok paling 'waras' dalam setiap cerita yang disajikan grup lawak tersebut.
Sejak itu, bersama De'Kabayan, ia pun mulai sering muncul di televisi nasional (TVRI) dan berbagai pentas. Eksistensi mereka banyak ditopang penjualan kaset rekaman berupa lawakan dan lagu-lagu mereka.
Ketenaran Kang Aom sendiri semakin menjadi dengan debutnya sebagai presenter acara kuis 'Siapa Dia?' yang ditayangkan di TVRI Jakarta antara 1992-1998. Kuis tersebut membuat namanya masuk ke jajaran Presenter terkenal di tanah air. Hingga akhir hayatnya, Aom Kusman pun sudah sering bermain film layar lebar dan serial televisi, seperti 'Bukan main' (1991), 'Apanya Dong' (1983) dan 'Ojek' (1991). Dari semua peran yang ia dapatkan, semuanya adalah sebagai orang Sunda.
Nama Kang Aom begitu harum di tanah Sunda. 40 hari setelah ia wafat, Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Jawa Barat meresmikan nama Aom Kusman Kartanegara sebagai nama Trofi. Hal tersebut dilakukan sang Ketua Pantia Pesta Buku Bandung, Erwan Juhara, sebagai penghargaan untuk sang komedian sunda yang sukses dan menjadi inspirasi bagi generasi muda. Trofi tersebut merupakan trofi khusus yang nantinya akan diberikan kepada pemenang lomba-lomba yang berkaitan dengan ke-Sunda-an.
Pada malam tahun baru 2012, Kang Aom juga diberi penghargaan 'Kilas Balik 2011-2012' yang digelar di Gedung Merdeka Kota Bandung. Penghargaan tersebut juga diberikan kepada 20 seniman asal Bandung lainnya. Penghargaan bagi Kang Aom itu tentu tak berlebihan. Ia terus membawa ke-Sunda-annya ke manapun ia pergi, dan mengenalkan kesenian Sunda kepada masyarakat luar. Dedikasinya itulah yang membuat seluruh masyarakat Bandung setuju untuk memberinya penghargaan.
Istri kang Aom bernama Poppy Sewu Hasan. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai dua anak, yaitu Silvi Salvia dan Bugie Bagus Priadi Nurlatif Kusman Kartanegara. Saat wafat, pada 2011, kang Aom telah memiliki lima cucu. Sebelum wafat, Kang Aom sempat berpesan kepada ptra dan putrinya agar selalu beribadah dan menjaga ibu serta anak-anaknya (cucu kang Aom). (berbagai sumber)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News