Merumuskan siapa yang terbaik di antara puluhan album itu tentu tidak mudah. Setiap grup dan penyanyi memiliki visi masing-masing, yang tidak dapat diukur dengan tolak ukur visi dan misi grup atau penyanyi lainnya. Namun, kami tetap mencoba membuat daftar 10 album terbaik, yang menjadi rekomendasi kami untuk masuk ke dalam daftar putar para penggemar musik Indonesia. Sepuluh album terpilih tidak hanya menarik secara musikalitas, tetapi juga memiliki dampak besar bagi perkembangan, juga sejarah musik Indonesia. Selamat membaca, dan mendengarkan!
1. Mondo Gascaro - Rajakelana

Sampul Album Rajakelana (Foto: Ivy League Music)
Album debut Mondo sebagai musisi solo menjadi album terbaik, paling patut disimak versi kami. Rajakelana merangkum musikalitas Mondo yang panjang. Sekaligus sebagai perjalanan baru setelah lepas dari grup musik Sore. Album ini digarap dengan sangat hati-hati, Mondo memikirkan betul tiap elemen musik yang dia sematkan di tiap lagu.
Mondo melibatkan sejumlah musisi untuk berkolaborasi di album ini, dua di antaranya adalah Alexandria Deni (mantan vokalis the Monophones), dan Aprilia Apsari (vokalis White Shoes & The Couples Company).
Rajakelana menjadi titik baru dalam sejarah musik Indonesia, tentang bagaimana seorang musisi kembali mengumpulkan kepingan-kepingan "nostalgia" dan mengemasnya jadi sebuah musik yang indah. Kepingan-kepingan "nostalgia" itu bisa juga disebut sebagai musik ”Indonesiana” yang sempat eksis di era 1950-an, 1960-an dan 1970-an. Bagi Mondo, Rajakelana adalah awal yang baik. Bagi Indonesia, Rajakelana adalah pencapaian baru di industri musik populer.
2. Dialita - Dunia Milik Kita
Ini adalah album Indonesia paling bersejarah tahun ini. Juga dalam sejarah - terutama seni- di Indonesia. Dialita (singkatan dari Di Atas Lima Puluh Tahun), adalah paduan suara yang terdiri dari para penyintas, dan mereka yang berempati terhadap peristiwa 1965. Mereka mengumpulkan kembali lagu yang pernah ditulis para tahanan politik, kemudian direkam dalam sebuah album berjudul Dunia Milik Kita.

Sampul Album Dialita (Foto: Youtube)
Album Dunia Milik Kita sepenuhnya karya seni, dan jangan lihat album ini sebagai produk politik atau hal lain yang mencederai semangat berkarya para penyintas. Album ini akan membuat kita berpikir kembali tentang apa yang pernah terjadi pada negara ini. Sekaligus menyadari betapa panjang perjalanan dan perjuangan hidup para penyintas. Pengalaman mendengarkan Dunia MIlik Kita cukup sentimental. Apa yang dihadirkan album ini, sebenarnya lebih dari soal musik semata. Dialita benar-benar sebuah potret sejarah dalam bingkai kesenian. Sejarah pahit yang memiliki banyak perspektif. Di atas semua itu, Dunia Milik Kita adalah tanda perjuangan yang tak pernah berhenti untuk sebuah negeri bernama Indonesia. Sekaligus harta berharga yang diberikan genarasi masa lalu kepada generasi saat ini, dan seterusnya.
Untuk lebih mengenal Dialita, dan perjuangan mereka dalam berkarya, simak artikelnya di sini
3. The Trees and The Wild - Zaman, Zaman
Zaman, Zaman merupakan salah satu album paling dinanti oleh penggemar musik independen di Indonesia.
Setelah berhasil menarik perhatian lewat album debut, Rasuk, pada 2009, grup asal Bekasi, The Trees and The Wild hadir lewat musik yang berbeda - setidaknya dibanding album debut mereka, yang terbungkus dalam album bertajuk Zaman, Zaman.

Sampul Album Zaman, Zaman (Foto: Twitter The Trees and The Wild)
Zaman, Zaman adalah cermin dari musik independen sesungguhnya, jika terminologi itu masih relevan digunakan hingga saat ini. Mereka benar-benar mengerjakan lagu demi lagu dengan penuh perhitungan, diproses pula secara matang. Album ini merupakan pembuktian eksistensi The Trees and The Wild setelah sempat mengalami pergantian personel, juga sebagai cermin bahwa semangat independen yang sesungguhnya juga diimbangi dengan eksperimen-eksperimen baru, inovasi, dan kejujuran terhadap musikalitas diri.
4. Tulus - Monokrom
Tulus tidak ingin terlena dengan formula kesuksesan dua album sebelumnya (Tulus, Gajah). Kemudian, dia melakukan eksplorasi baru dalam menggarap album ke-tiga, Monokrom. Baik dalam penulisan lagu, proses aransemen, juga sesi rekaman, Tulus mencoba hal-hal baru.
Salah satunya, metode penulisan lagu dalam Monokrom yang penuh spontanitas. Tulus melakukan sesi loka karya yang spontan dengan penata musik Ari Renaldi dalam menulis lagu di album Monokrom. Beda dari proses sebelumnya, di mana Tulus telah menyiapkan materi lebih dulu saat bertemu Ari.

Album Monokrom (Foto: via wikipedia)
Hasilnya luar biasa, setidaknya tiga singel yang beredar dari album Monokrom sejauh ini (Pamit, Ruang Sendiri, Monokrom), mampu mempertahankan kualitas musik Tulus. Tidak mudah bagi musisi pop untuk terus konsisten mempertahankan kualitas karya, terlebih meningkatkan ke level yang lebih tinggi. Tulus berhasil melakukan itu dalam Monokrom.
Di samping itu, Tulus dalam Monokrom menjadi titik standar baru dalam industri musik pop, terutama dari segi rekaman, aransemen, dan konsep. Hal yang cukup kontras adalah caranya menembus progresi-progresi ganjil dalam musik pop yang membuatnya terdengar unik. Juga penulisan lirik dengan bahasa Indonesia yang baik.
5. Bin Idris - Bin Idris
Seorang pemuda yang sebelumnya dikenal lebih dulu sebagai vokalis grup cadas Sigmun, akhirnya menunjukkan sisi lain lewat nama Bin Idris. Dia adalah Haikal Azizi.
Haikal seperti lepas kendali dalam menggarap Bin Idris. Liriknya lugas, sekaligus memesona. Meski berlabel proyek solo, Bin Idris terdengar sangat serius, dan kontemplatif dalam memilih tema dan aransemen.

Album Bin Idris (Foto: dok. Bin Idris)
Bin Idris memperlihatkan bahwa musik folk tak melulu soal kesederhanaan aransemen, juga lirik yang kadang justru terasa mengada-ada. Tetapi lebih kepada keseharian yang tak kita kira bisa menjadi cerita menarik.
Bin Idris merupakan album penting dalam musik Indonesia masa kini, refleksi bahwa ada hal penting yang lebih esensial dari sensasi, yaitu menjaga kemurnian dalam berkarya. Seluruh lagu dalam album Bin Idris patut disimak. Haikal Azizi dalam Bin Idris adalah remang-remang kota, menidurkan sekaligus membuat resah!
6. Raisa - Handmade

Sampul Album Handmade (Foto: Youtube)
Handmade merupakan album pertama Raisa setelah lepas dari label besar. Inilah momen bagi Raisa untuk melanggar tapal batas. Hasilnya luar biasa, Raisa terbukti mampu meracik apa yang terbaik untuk dirinya. Mulai dari pemilihan produser (Rayendra Sunito, dan Marco Steffiano), juga proses penulisan lagu. Handmade turut berkontribusi terhadap kemenangan besar Raisa dalam ajang Anugerah Musik Indonesia (AMI) Awards 2016, dengan hasil sembilan trofi. Membuat Raisa jadi musisi dengan piala AMI Awards terbanyak pada tahun ini.
Handmade tidak saja album naik kelas Raisa, tetapi juga tolak ukur baru pembuatan album pop di Indonesia. Terlebih bagi penyanyi solo. Bahwa sesungguhnya, penyanyi solo di era kini bukan saja dituntut bernyanyi dengan baik, tetapi juga mengembangkan sisi lain, mulai dari meramu musik, hingga membuat manajemen karier yang terkoordinasi dengan baik pula. Raisa melengkapi itu semua.
7. Deadsquad - Tyranation

Album Deadsquad (Foto: dok. Deadsquad)
Hal penting yang dilakukan Deadsquad dalam Tyranation adalah bukti bahwa musik underground sangat pantas digarap secara serius, terutama dari persoalan konsep dan teknis. Deadsquad dalam Tyranation melepas stigma bahwa grup musik underground mengerjakan album dengan “seadanya.”
Tyranation melibatkan sejumlah kolaborator, termasuk musisi jazz Dewa Budjana, juga seniman serba-bisa Sudjiwo Tedjo. Tidak hanya itu, album ini direkam dengan kualitas suara yang prima. Melihat keseriusan Deadsquad dalam Tyranation, mereka layak menjadi “benchmark” baru bagi grup musik underground dalam berkarya.
8. Musikimia - Intersisi

Album Intersisi (Foto: Dok. Musikimia)
Album yang dewasa. Itulah kalimat tepat untuk menggambarkan Intersisi, album penuh pertama dari Musikimia. Beranggotakan para personel grup musik Padi, plus penata suara ternama, Stephan Santoso, Musikimia menghadirkan kembali kejayaan pop-rock awal 2000-an.
Musikimia menggandeng lima co-producer lintas genre, yang diberi tugas memberi aransemen. Lima co-producer itu adalah Nikita Dompas (gitaris Andien, Potret), Eben (gitaris Burgerkill), Gugun (gitaris Gugun Blues Shelter), Stevie Item (gitaris Andra & The Backbone, Deadsquad), dan Bondan Prakoso.
Entah mengapa, album ini tidak memberi kesan ngoyo. Dari segi lirik, aransemen, maupun konsep album dan konsep citra Musikimia itu sendiri. Namun dari situlah kejujuran mereka terasa. Para veteran itu tidak memaksakan diri membuat musik yang terdengar kekinian, namun tetap kekeuh di jalur yang mereka pahami dan kuasai. Hasilnya, sebuah album yang bisa dipastikan tidak lekang oleh waktu.
9. Eva Celia - And So It Begins
Di luar dugaan, Eva Celia hadir dengan album yang begitu memikat. Sentuhan pop-jazz, polesan unsur R&B, dipadu vokal yang lembut, membuat And So It Begins jadi album wajib dengar dari tahun ini.

Album And So It Begins (Foto: dok. manajemen Eva Celia)
And So It Begins merupakan debut yang membanggakan. Mendengar keseluruhan isi album, rasanya Indra Lesmana - selaku ayah Eva, dan musisi jazz terhormat - tidak perlu khawatir akan perjalanan musikalitas Eva. Bagi penggemar musik Indonesia, kehadiran Eva memberi ragam dan alternatif baru, terutama dari ranah yang selama ini minim partisipan. Semoga album pembuka karier Eva ini bukan yang terakhir darinya.
10. Bermacam Artis - Aransemen Ulang Lagu Orisinil Dari Film Tiga Dara
Album ini terdengar seperti mesin waktu yang sempurna. Membawa kita kembali ke era 1950-an, tetapi dengan kualitas audio dan aransemen yang sempurna khas era digital. Sekaligus album aransemen ulang soundtrack pertama dalam sejarah musik Indonesia.

Album Tiga Dara (Foto: ist)
Kelahiran album ini tidak lepas dari upaya SA Films yang merestorasi kembali film Tiga Dara ke format 4K. Sayangnya, tidak ditemukan pita master dari album soundtrack film itu. Sangat disayangkan bila karya musik yang indah dari era itu tidak terdokumentasikan dengna baik. Salah satu langkah logis adalah melestarikan lagu-lagu dari soundtrack itu dengan cara merekam ulang. Meski diarasemen dengan gaya yang baru, apa yang dihadirkan dalam album ini tidak mengurangi esensi dan pesona dari versi asli.
Sesuai judulnya, keseluruhan album ini diambil dari lagu dalam film Tiga Dara (1956) yang dirilis oleh Usmar Ismail. Lagu-lagu dalam album itu ditulis oleh sejumlah musisi legendaris Indonesia, yaitu Saiful Bahri, Ismail Marzuki, dan Oetjin Nurhasjim.
Versi aransemen ulang melibatkan musisi-musisi berkarakter, yang dianggap representatif dan mampu mengemban tugas berat ini. Mereka antara lain Indra Perkasa, Mondo Gascaro, Bonita, Aimee Saras, Aprilia Apsari, Anda Perdana, Monita Tahalea, Indra Aziz, dan Danilla Riyadi. Tak semata soal musik, album ini merupakan produk pelestarian sejarah seni di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id