(Foto: Youtube)
(Foto: Youtube)

Cerita-Cerita Pelawak Senior Eddy Gombloh (1)

Ahmad Mustaqim • 14 Juli 2015 12:17
medcom.id, Yogyakarta: Eddy Gombloh sering berduel akting dengan almarhum Benyamin Sueb. Kalau ada yang belum kenal aktor kawakan satu ini, deskripsi ini mungkin membantu: Wajahnya tidak seperti Roy Marteen yang tampan dan berkharisma. Mimiknya fasih mengundang tawa kalau sedang berakting pura-pura beloon.
 
Eddy Gombloh memang sering memerankan karakter sebagai orang yang lugu dan gampang dikerjai. Makanya hampir di setiap film, dia sering jadi korban kejailan Benyamin.
 
Mungkin orang akan lebih mudah mengingat Roy Marteen, Herman Fellani, Ratno Timur yang sering dipajang untuk memesona penonton dengan ketampanan. Eddy Gombloh, tak setenar mereka. Tetapi rasanya kurang lengkap bila tidak menyebut Eddy dari daftar aktor berpengaruh di era 70-an.

Tanpa dia, film-film komedi tahun 70-an mungkin sepi. Meski jarang menjadi pemeran utama, Eddy selalu menghidupkan banyolan lawan mainnya, terutama Benyamin, sehingga bisa mengocok perut penonton.   
 
Metrotvnews.com berkesempatan bertemu dengan pria kelahiran 17 Agustus 1941 ini, di rumahnya di Yogyakarta, tengah pekan lalu. Berikut cerita-ceritanya, dimulai dari perjalanan Eddy merambah dunia hiburan.
 
***
 
Eddy Gombloh harus menempuh jalan panjang untuk menjadi pelawak. Pria kelahiran Yogyakarta ini menceritakan bahwa kisah awal ia menjadi pelawak bermula saat ia duduk kelas enam di Sekolah Rakyat (SR) tahun 1955. Di waktu itu, ia melihat pertunjukan Dagelan Mataram, salah satu kelompok seni humor dari Yogyakarta.
 
Saat pertunjukan belum mulai, seorang pemantik keluar sebagai tanda dimulainya hiburan. Dan seketika itu, penonton yang memang fanatik langsung menyambut dengan gelak-tawa.
 
"Ibarat buka puasa itu, semua sudah terhidang dan terus diserang," kata Eddy mengisahkan kepada Metrotvnews.com, Kamis (9/7/2015).
 
Dari tontonan itu, Eddy langsung berpikir, betapa bahagianya bisa membuat banyak orang tertawa. Setelah lulus SR dan masuk sekolah SMP, ia mendapatkan tawaran melawak di sekolah dari seniornya.
 
"Kamu mau ndagel (melawak)? Saya bilang sanggup. Setelah itu saya pertama ikut pentas," ucap lelaki yang kini tinggal di Sonowetan, Kelurahan Merdikorejo, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, ini.
 
Di pementasan pertama itu, ia mendapat peran sebagai penjual koran. Bermain dengan seniornya di sekolah, mereka sukses menghibur para teman-temannya. Dari situ, pementasan Eddy meningkat, dari dipanggil sekolah lain, mentas di Radio Republik Indonesia (RRI) 2 Yogyakarta, bahkan hingga ke jenjang sekolah SMA.
 
Di SMA, ia melawak dengan dengan band terkenal dari Bandung yang digawangi Rudi Rusyadi. Dari situlah, Eddy mendapatkan tawaran melanjutkan karier di Jakarta. Akhirnya, setelah lulus SMA, ia memutuskan untuk melanjutkan karier ke Jakarta.
 
"Saya berangkat waktu itu, Rabu Pon, 15 Agustus 1962. Mau berangkat Selasa Pahing enggak boleh orang tua," kata pria bernama asli Supardi.
 
Di Jakarta itulah, ia mulai bertemu dengan tokoh-tokoh besar di dunia hiburan. Mulai dari kelompok Kethoprak Dahono (kelompok dari Yogyakarta yang dipindah ke Jakarta), hingga main film pertama kali perusahaan Agora Film.
 
Di Agora Film, ia bermain film pertama kali dengan Diambang Fajar dan yang menjadi pimpinan produksi  Harjomulyo, adik dari salah satu maestro seni Yogyakarta, Kirdjomulyo.
 
Setelah itu, kontrak film kerap menghampiri dia. Namun, di usianya yang sudah 74 tahun, ia memilih menikmati masa tuanya dengan kembali ke Yogyakarta. Di Yogyakarta, ia memiliki usaha fotokopi, kebun salak, dan investasi properti yang ada di Jakarta. (Bersambung)
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIT)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan