Para personel Riau Rhytm yang tampil dalam IMEX 2022 adalah Rino Dezapaty (komposer, gambus), Cendra Putra Yanis (cello), Viogy Rupiyanto (violin), Giring Fitrah (vokal, calempong), Violano Rupiyanto (gambus, gitar 14 senar), Refi Lesta Hakim (drum perkusi), Hafiz Tisyan (flute), Hendri Faizal (akordeon, keyboard).
Grup yang didirikan pada 2001 ini kini telah melahirkan delapan album. Album kedua mereka Satellite of Zapin menjadi salah satu momentum bagi kebangkitan musik berbasis etnik Melayu. Hingga kini, album itu dirayakan sebagai album yang memiliki pengaruh dan menginspirasi lahirnya grup musik Melayu lainnya.
"Tahun 2001 kami pertama berdiri. Cita-cita di awal berdiri, kami ingin anak-anak muda Melayu dekat dengan musik ibunya. Akhirnya di album kedua kami menurut saya sukses dengan satelit abdul, album itu menginspirasi anak-anak sekarang untuk main musik tradisi," ujar Rino Dezapaty, penggagas Riau Rhytm, saat ditemui Medcom.id di ajang IMEX 2022.
Rino juga menceritakan adanya transformasi musikalitas Riau Rhtym. Pada awalnya mereka terbatas pada penggalian musik etnik Melayu, namun dalam perkembangannya Riau Rhytm juga mendalami sejarah Melayu dan berupaya merekonstruksi kisah historis itu ke dalam bentuk bunyi.
"Dari album ke-tujuh kami mencoba memainkan musik-musik dari hasil riset sejarah. Sebagai komposer, bagaimana kami riset sesuatu dan menjadikannya karya musik. Selama ini kan hal itu sudah dilakukan di film dan teater. Rerekonstruksi sejarah melalui bunyi. Kami menjalani itu sampai ke album ke delapan," imbuh Rino.
Riset yang dilakukan Riau Rhytm terbilang mendalam. Selama lima tahun mereka menggali sejarah Melayu, bertemu dengan para pakar dan tetua. Salah satu titik peradaban Melayu yang mereka dalami adalah peradaban era Candi Muara Takus. Dari situ Riau Rhytm menemukan informasi-informasi baru yang kemudian mereka olah dan rekonstruksi lewat berbagai instrumen musik.
Adapun instrumen musik yang digunakan Riau Rhytm antara lain calempong sumatera, gambus, cello, dan biola. Aransemen musik Riau Rhytm terdengar jauh dari kesan kuno, mereka berhasil meracik instrumen tradisional dan modern menjadi lebih kontemporer. Dalam beberapa repertoar, Riau Rhytm menghadirkan nuansa post-rock lewat instrumen gambus yang dominan.
"Bangsa kita sudah kaya pada masa dulu, akhirnya kami sampai pada kesimpulan ingin mengulang kejayaan Nusantara bukan mencapai kejayaan karena bangsa kita sudah pernah mencapai kejayaan di masa lalu."
Penelitian lain yang mereka lakukan adalah tentang Panglima Awang yang diberi gelar Enrique dari Melaka. Panglima Awang ikut serta dalam pelayaran Ferdinand Magellan mengelilingi dunia. Hasil rekonstruksi bunyi berbasis penelitan itu dapat didengar dalam karya Riau Rhytm yang bertajuk Awang Menunggang Gelombang.
"Album ke-delapan kami juga berdasar riset sejarah tentang Panglima Awang. Manusia pertama mengelilingi Bumi."
Dalam melakukan riset dan memproduksi album berbasis rekonstruksi sejarah, para personel Riau Rhytm sering menemui tantangan. Salah satunya soal biaya. Akhirnya, mereka menjual barang-barang milik pribadi demi keberlangsungkan penelitian dan rekaman.
"Kami sampai menjual mobil, motor, emas. Dengan uang itu untuk riset dan tur Indonesia. Kami buat tur swadaya sampai Papua. Kami tur Jawa dengan naik bis umum," tukas Rino.
Buah dari pengorbanan mereka untuk musik mungkin tidak terbayar secara harfiah dalam bentuk uang. Tetapi, keseriusan Riau Rhytm dalam mengulik budaya Melayu membawanya tampil dalam berbagai festival musik dunia. Pada 2016 mereka berhasil tampil di OzAsia Festival di Adelaide, pada 2018 Riau Rhytm mendapat kesempatan berkolaborasi dengan orkestra asal Spanyol, Orquesta de Camara de Siero.
"Bagi kami itu sebuah pencapaian, mobil yang kami jual enggak kembali, tapi portofolio kami dapat," kata Rino sembari tertawa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id