(Foto: Agustinus Shindu Alpito)
(Foto: Agustinus Shindu Alpito)

Yuna, Srikandi Jiran yang Tumbuh dengan Musik Indonesia

Agustinus Shindu Alpito • 13 Desember 2016 12:41
Setelah era Siti Nurhaliza, kita awam dengan penyanyi perempuan asal Malaysia. Bahkan sulit rasanya menyebutkan satu nama selain Siti. Namun kecanggungan itu perlahan sirna ketika hadir sosok baru yang menjanjikan. Dia adalah Yunalis Mat Zara'ai, atau biasa dipanggil Yuna.
 
Musik pop asal Malaysia identik dengan nada mendayu dan lirik lirih, baik tentang cinta maupun kehidupan yang luas. Tetapi tidak dengan apa yang dihadirkan Yuna. Musik yang dibawakannya membuat kita meragukan dirinya berasal dari Malaysia. Terdengar sangat Barat, dengan gaya soulfull dan sentuhan R&B yang memikat.
 
November 2016, pada sebuah pagi menjelang siang, medcom.id bertemu Yuna di hotel Mandarin Oriental yang letaknya hanya hitungan langkah dari Bundaran HI. Seperti perempuan Melayu umumnya, Yuna ramah. Perjumpaan diawali dengan salam, berlanjut ke perbincangan seputar sepak terjangnya.

"Indonesia is so nice. Saya sudah hampir dua minggu, saya sudah ke Bali, bekerja juga sekaligus berlibur di sana. Sangat indah disana, saya berkesempatan untuk melihat Uluwatu," kata Yuna mengawali sesi wawancara.
 
Yuna fasih berbahasa Inggris, pelafalannya pun sangat baik. Sesi wawancara berlangsung dengan bahasa Inggris, meski dia tidak menolak jika diminta menjawab pertanyaan dengan bahasa Melayu. Sangat cair.
 
Kedatangannya ke Indonesia kali ini merupakan bagian dari tur Asia yang tengah dijalaninya. Dia juga tampil di Shanghai (Tiongkok), Taiwan, dan Korea.
 
"Namun, saat ini saya menetap di LA (Los Angeles, Amerika Serikat), tapi saya selalu kembali ke Asia Tenggara setiap dua bulan karena makanan dan keluarga," kata Yuna seraya tersenyum.
 
Yuna punya kedekatan personal dengan Indonesia, bukan karena letak geografis Indonesia yang dekat dengan Malaysia. Tetapi, karena dia tumbuh dewasa dengan mendengarkan musik-musik populer Indonesia.
 
"Saat saya menulis dalam bahasa Malaysia, dalam pikiran saya selalu berusaha untuk mengaitkan dengan band Indonesia favorit saya seperti Dewa, Peterpan, saya dulu sering mendengarkan lagu-lagu mereka, saya pernah meng-cover lagu Kukatan Dengan Indah. Mungkin saat ini jika kamu ketik di Google, akan tetap menemukan saya meng-cover lagu itu, saya melakukannya saat saya masih umur 19 atau 20, sekitar 10 tahun yang lalu."
 
"Saya tumbuh dengan musik Indonesia. saya sangat menyukai Sheila On 7, salah satu lagu favorit saya adalah Seberapa Pantas dan Berhenti berharap. Khususnya saya suka band-band Indonesia, terutama band rock," singkap Yuna.
 
Yuna tidak terbatas mengonsumsi musik populer dari Indonesia saja, dia banyak terinspirasi grup musik era 1990-an dan awal 2000-an. Dia juga mendengarkan lagu-lagu dari The Cardigans, Lauryn Hill, The Cranberries, hingga Alanis Morissette. Seperti kisah mengharukan beberapa musisi besar, Yuna pun merasakan pahitnya karya ditolak oleh label.
 
"Menulis lagu merupakan hal yang penting bagi saya sebagai seniman. Sebelumnya, saya hanya ingin menjadi penyanyi, saya selalu coba mengikuti audisi, mengantar demo rekaman ke label dan mereka selalu menolak. Itu yang selalu harus saya lewati ketika saya muda."
 
"Setelah itu saya berpikir tidak ingin bernyanyi lagi karena saya merasa tidak bisa bernyanyi seperti Whitney Houston atau Mariah Carey. Dulu saya berpikir orang menginginkan penyanyi seperti Whitney Houston dan saya tidak bisa seperti itu. Ketika saya mulai menulis lagu saya sendiri, saya harus menyanyikan lagu saya dengan karakter suara saya sendiri, karena saya berpikir bagaimana Mariah Carey bisa menyanyikan lagu-lagunya? (Itu membuat saya berpikir) saya harus membawakan lagu hasil penulisan saya dengan suara saya sendiri. Ini penting bagi saya karena saya menyanyikan kata-kata yang keluar dari dalam hati saya dan saya menyampaikan ke audiens."
 
Berkolaborasi dengan Musisi Indonesia
 
Sejarah musik Malaysia dan Indonesia mencatat sederet aksi kolaborasi. Tujuannya jelas, melapangkan pasar. Begitu juga dengan Yuna, meski hal itu belum terjadi padanya, dia tetap memiliki angan untuk menjalin kerjasama dengan musisi Indonesia.
 
"Saya sangat ingin melakukannya (kolaborasi dengan musisi Indonesia). Saya berpikir untuk melakukannya sejak pertama saya bermain musik. Tapi saya saat ini sibuk dari satu tempat ke tempat lain, saya pindah ke Los Angeles lima tahun yang lalu, dan walaupun kembali ke Malaysia, tetap sulit (membagi waktu) bekerja bersama dengan artis Malaysia, Akhirnya saya bekerjasama dengan SonaOne membawakan lagu Malaysia berjudul Pulang. Saya sangat ingin untuk bekerjasama dengan Noh Salleh, kami sudah berteman hampir 10 tahun sekarang dan terpikirkan untuk membuat musik bersama tapi belum juga terlaksana."
 


 

"Saya sangat ingin berkolaborasi dengan artis Indonesia dari dulu, sampai saat ini masih menunggu waktu dan orang yang tepat. Sudah ada beberapa artis yang akan bekerjasama dengan saya, termasuk dengan Gamal (GAC). Mereka sangat bertalenta, dan saya ingin sekali berkerjasama juga dengan salah satu teman lama saya, Bunga Citra Lestari."
 
Yuna adalah Srikandi Jiran, dia mampu membawa nama Malaysia, juga Asia Tenggara ke tempat yang lebih luas. Bukan dengan musik tradisional atau berbumbu lokalitas, yang biasanya dikedepankan oleh musisi negara dunia ketiga saat menembus karier internasional. Hal itu patut diapresiasi, meski Yuna tetap mempertahankan dirinya sebagai seorang perempuan Asia, khususnya Malaysia, dengan segala aspek yang melekat pada dirinya.
 
Perlahan tapi pasti, keputusan Yuna merintis karier internasional membuahkan hasil. Dia mendapat pengalaman berkolaborasi dengan Usher, pada lagu Crush yang menjadi singel pertama album studio internasional ketiga, Chapters.
 
"Saya orang asia dan belum pernah (menetap) ke luar negeri sendiri, jadi setelah beberapa saat saya merasa saya nyaman melakukan ini dan saya ingin melakukan lebih dan saya stay di Los Angeles, dan terus membuat musik. Kemudian mendapatkan kontrak dengan label rekaman di Los Angeles."
 


 

Yuna masih menyasar negara-negara Asia Tenggara sebagai pasar utamanya, meski dia tetap memiliki karier di Amerika Serikat dan Eropa.
 
"Saya masih melihat Asia Tenggara sebagai target market utama, karena saya tahu saya memulainya (karier) dari Kuala Lumpur, Malaysia. Dan saya tahu fanbase saya, saya punya fanbase di Indonesia, Filipina, Jepang, dan Korea."
 
Soal pengalamannya bekerjasama dengan Usher, Yuna merasa tersanjung. Juga timbulnya rasa kagum karena User - sosok yang diidolakannya sejak dulu - adalah pribadi rendah hati.
 
"Awalnya saya takut bekerja dengan idola saya, saya takut kalau dia tidak seramah yang saya bayangkan. itu berarti mimpi masa kecil saya runtuh. Ternyata dia (Usher) sangat lembut, dia lembut dalam berbicara, dia pekerja keras. dia orang yang memikirkan segalanya. bagaiama mengerjakan video musik , memasarkan musiknya, dan dia bicara kepada saya soal hal itu. Saya bisa ngobrol soal itu kepadanya melalui telepon. Dia sangat keren, dia seorang Usher dan dia mau terbuka bekerjasama dengan artis baru seperti saya, meski saya tidak baru-baru banget (dalam bermusik), saya hanya (seniman yang merintis karier sebelumnya) di tempat yang berbeda."
 
Bangga akan Identitas Perempuan Melayu
 
Yuna, Srikandi Jiran yang Tumbuh dengan Musik Indonesia

(Foto: Agustinus Shindu Alpito)
 
Tinggal di negara asing dengan budaya dan kultur yang jauh beda membuat Yuna kaya pengalaman. Sebagai perempuan muslim Melayu, hijab atau penutup kepala adalah hal yang lazim digunakan. Menjadi seorang muslim dari Asia Tenggara dan tinggal di Amerika Serikat untuk menyelami industri musik membawa Yuna pada identitas yang justru memberinya manfaat.
 
"Ini adalah sesuatu yang baru untuk media di Barat, itu juga baru untuk media di Malaysia juga. Ketika pertama kali saya datang di Los Angeles, orang berpikir, 'Apa yang dilakukannya? Oh, dia bermain gitar,' tapi saya haya ingin menjadi diri saya sendiri, dan saya nyaman dengan itu, saya tidak ingin berubah. Jadi, saya sudah memiliki mental yang kuat ketika saya berangkat ke Amerika Serikat. Saya sudah melaluinya di Malaysia, orang selalu membicarakan hal itu."
 
"Di Amerika Serikat, mereka juga membicarakan saya, tapi mereka membicarakan bahwa kami perempuan muslim selalu tertekan, atau menutup diri, tapi perempuan ini (Yuna) berbeda. Dia bebas mengejar mimpinya dan saya pikir setelah itu, saya oke dengan pandangan mereka itu. Saya pikir sangat baik untuk memberikan pengetahuan kepada orang, siapa kita, dari mana kita berasal, kami sangat bangga dengan dari mana kita berasal. kami sangat mencintai nilai kita yang tidak bisa kita temukan di tempat lain. Saat saya bersalaman dengan mereka saya melalukan hal yang berbeda dengan orang di sana dan mereka sangat takjub dan menghargai saya ketika saya melakukan hal tersebut. Itulah cara kami melakukannya di Asia Tenggara, memberi salam. Menyenangkan bisa sedikit berbagi mengenai hal itu ke orang-orang Barat," jelas Yuna.
 
Yuna bukan saja menjadi ikon perempuan yang berjuang lewat musik di jalur independen. Lebih besar dari itu, dia adalah penggambaran karakter perempuan tanggung yang mampu hidup dan berkembang di luar zona nyaman. Yuna juga membuktikan bahwa masuk ke industri musik, meski di pusaran dunia hiburan Barat, tetap bisa mempertahankan nilai-nilai dari mana dia berasal.
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan