Mr D sekali waktu tampil dengan atribut bulu burung di kepalanya. Dia memeriahkan peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional pada 2013. Ia mengiringi para penari tarian Papua. Seperti biasa, MrD menyandang gitar putih kesayangannya yang dilengkapi gawai.
Kolaborasi ini menghasilkan irama modern berpadu dengan ritmis tetabuhan tradisional khas Papua. Mr D pun tidak memaksakan gitarnya memproduksi aura nada khas etnik Papua. Nadanya mengalir begitu saja namun tetap seiringan dengan gerakan para penari. Hasilnya, suasana penampilan tarian Papua disuguhkan lain dari biasanya.
Saat memeriahkan acara anjangsana Ijen Festival 2016 Bondowoso akhir Mei lalu, Mr D juga didaulat ke atas panggung dan bersolo gitar sekitar tiga menit, di acara yang juga dimeriahkan tari-tarian khas Bondowoso itu. Meski tata suaranya yang disediakan panitia ‘byar pet’, Mr D tetap kalem. Dia senang saja main di acara-acara yang memiliki identitas etnik yang kental.

Bupati Bondowoso Amin Said Husni menjajal gitar milik Mr D (hitam) saat performing art di Ijen Festival 2016.
Selain tampil dengan set sederhana, MR D juga kadang terlibat dalam pentas yang lebih komplet. Seperti dalam penampilannya bersama sejumlah musisi jazz saat berkolaborasi dengan kesenian reog. Namun pesannya sebenarnya sama. Ia ingin konten lokal mendapatkan tempat.
Caranya, mengemas seni etnik dengan atribut kekinian. Mr D memilih performing art, untuk menyampaikan pesannya. Ini juga salah satu cara untuk mengenalkan warisan budaya Indonesia kepada anak muda.
Dalam performing art, Mr D menggabungkan musik kontemporer dengan konten etnis. Waktu pementasan hanya memakan waktu tiga sampai lima menit. “Koloborasi dengan budaya setempat yang ada ciri khas tetapi tidak merusak tatanan kekhasan daerah itu,” ucapnya.
Performing art itu sifatnya membuat kekinian dan keunikan, kata MR D. Tantangannya adalah membuat sesuatu yang berbeda. Mengiringi gerakan pencak silat dengan suara gitar adalah salah satu contoh yang pernah ia lakukan.
“Harus ada kekinian. Etnik harus digabung dengan yang kekinian. Kalau kita kaku, tidak mengemasnya ya akan ditinggalkan. Seperti sebelumnya, kami membuat pertunjukan dua dimensi bersatu. Batara Narada bersatu dengan Transformer. Penontonnya ramai. Mereka tidak kenal Arjuna dan lain-lain, padahal Itu sejarah. Ini sekaligus untuk mengedukasi,” ujar Doddy.
Kadang MR D perlu berargumen dulu membongkar keengganan orang untuk memadukan tradisi yang dianggap sakral dengan musik kontemporer. Memasukan unsur kekinian itu salah satu jalan, agar budaya warisan itu bisa terangkat kembali dan tidak tenggelam zaman. (VIDEO MR D TAMPIL BERSAMA IWAN RADITYA DI KICK ANDY)
***
Ia resah dengan hegemoni budaya asing yang tidak disadari mempengaruhi cara berpikir masyarakat dalam menilai apa yang keren dan tidak, atau apa yang menjual dan tidak. Contoh-contoh konkretnya adalah bagaimana di industri, ikon dari budaya pop luar negeri justru dipilih sebagai duta brand tertentu seperti Lee Min Ho untuk produk kopi instan, dan Kung Fu Panda untuk brand obat masuk angin. “Masa sandal japit, sampai cat rambut harus impor. Bagaimana itu,” kata Mr D protes.
Produk kebudayaan dari luar negeri seperti dari Korea, China Jepang atau Amerika tidak menyebar begitu saja. Namun, memang dipersiapkan khusus sehingga bisa menjadi tren di pasar dunia, tak terkecuali di Indonesia. Bagaimana mereka menyiapkan dulu film, kemudian menjual aksesorisnya dan pada akhirnya ikon-ikon itu menjadi trend dan punya nilai jual.
“Sekarang ini budaya itu disiapkan (by setting). Kita juga harus melawannya. Era Masyarakat Ekonomi Asean sudah masuk. Kalau tidak melawan budaya kita akan semakin hilang,” kata Mr D.
Industri kreatif Korea Selatan adalah contoh bagus, bagaimana keberhasilan mereka mengekspor budaya, berdampak kemana-mana, terutama geliat industri pariwisatanya. Banyak orang akhirnya terobsesi datang ke Korea Selatan karena mulanya menyukai film, musik Negeri Gingseng itu. Sampai-sampai berbaga budaya tradisional, seperti makanan, baju tradisional Korea pun jadi dianggap sesuatu keren oleh para penggemar K-Pop.
Menurutnya, konten lokal Indonesia punya potensi yang sama. Jangan dianggap remeh. Kesenian tradisi Indonesia bisa memiliki efek luar biasa membantu sektor pariwisata lebih meledak. Kesadaran mengembangkan sektor industri kreatif menurutnya harus terus disebarkan, karena sektor ini bisa diandalkan mengangkat Indonesia, ketika sektor lain sudah tertinggal jauh dari bangsa lain.
“Kita ngomong kasarnya begini. Keroncong itu enggak kalah keren,” ujar Mr D membandingkan. “Keroncong punya ciri. Begitu juga gamelan di tradisi reog misalnya. Kalau dikemas dengan bagus enggak kalah sama musik klasik. Ini kan setting semua. Gangnamstyle itu kan setting lama. Kita juga bisa setting begitu. Untuk mengangkat pasar indonesia sendiri. Indonesia sudah kaya. Cuma bagaimana caranya menjual, itu yang susah,” ujarnya.
Pemahaman ini membuatnya tertantang untuk melakukan sesuatu agar gaung tradisi seni Indonesia tidak dilihat sebagai sesuatu yang usang atau kuno sehingga ditinggalkan.
Tahun ini, MR D dan gitaris Balawan yang terkenal getol mengeksplorasi kekayaan khasanah tradisi bunyi Bali, itu menggelar acara Jazz Heritage . Acara digelar di Surabaya April lalu. Jazz Heritage, menjadi acara diciptakan untuk menyebarluaskan kesadaran akan musik tradisional disertai dengan atraksi lokal dan alat-alat baru.
MR D juga tampil bersama Balawan. Mereka mengenalkan Jazz Heritage dengan mengkolaborasikan musik kontemporer Jawa dan Bali menggunakan kemampuan unik mereka dalam memainkan gitarnya.
Jazz Heritage akan diadakan setiap tahun mulai dari tahun 2016 untuk meningkatkan kesadaran masyarakat sekitar tentang warisan Indonesia menggunakan jenis musik jazz.
“Aku gabung sama temanku, anggap jazz harus pakai gamelan, atau pakai budaya yang ada di Indonesia. Kalau orang enggak memainkan etnik Indonesia itu bukan jazz. Aku sekarang bilang begitu. Boleh dong,” ujar Mr D.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News