Jakarta: A Man Called Otto hadir dengan kisah yang sederhana namun begitu relate dengan kenyataan sehari-hari. Di satu sisi, film yang dibintangi aktor kawakan Tom Hanks ini punya elemen komedi yang hangat, tapi di sisi lain, elemen dramanya juga mampu menyayat hati.
Tom Hanks yang berperan sebagai Otto, merupakan laki-laki lansia yang kesepian. Ia hidup sebatang kara setelah istrinya meninggal dunia. Suatu hari, Otto kedatangan tetangga baru bernama Marisol dan Tommy.
Kepribadian Marisol yang hangat dan ceria menimbulkan masalah baru buat Otto yang dingin, pemarah, dan perfeksionis. Perbedaan yang kontras antara keduanya berhasil menciptakan elemen komedi yang natural dan hangat.
Namun, di balik interaksi keduanya yang lucu, perbedaan antara mereka perlahan-lahan menimbulkan konflik. Konflik tersebut akhirnya mengungkap masa lalu Otto yang begitu sedih. Dinamika hubungan keduanya mampu membuat penonton berempati, terutama kepada Otto.
Di balik elemen komedinya, film ini menyimpan warna yang lebih gelap dan lebih depresif. Karakter Otto dalam film ini berhasil merepresentasikan rasa takut yang hampir pasti dimiliki semua orang, yakni rasa takut kehilangan.
Otto jelas tidak siap kehilangan istrinya, dan itu membuatnya begitu terpukul. Keadaan itu membuatnya jadi lebih mudah tersinggung, menyebalkan, dan kehilangan semangat hidup.
Sikap menyebalkannya itu membuat orang-orang di sekitarnya tak sadar bahwa Otto sebenarnya mengalami depresi dan punya niat kuat untuk mengakhiri hidupnya. Sepanjang 126 menit durasi film, sudah empat kali Otto mencoba bunuh diri. Jika tanpa kehadiran Marisol sebagai tetangga baru, mungkin hidup Otto berakhir tragis.
Lewat Marisol, A Man Called Otto mengajak kita sebagai penonton untuk lebih peka dan peduli kepada orang-orang di sekitar kita. Kebaikan yang mungkin terlihat sederhana ternyata bisa punya dampak besar bagi kehidupan orang lain.
Dari sisi sinematografi, A Man Called Otto bukan tipe film yang punya elemen visual yang mewah. Tapi, visual yang sederhana ini membuat kita dapat fokus menikmati alur, plot, dinamika cerita, serta emosi setiap karakternya yang jadi kekuatan film ini.
Pada akhirnya, film arahan sutradara Marc Forster ini mampu memberikan perasaan yang campur aduk. Sebelum kamu pergi bioskop untuk menonton kisah Otto, sebaiknya kamu menyiapkan tisu terlebih dahulu.
Akhir kata, selamat menonton dan menikmati A Man Called Otto!
(Nicholas Timothy Suteja)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id