Menurut sutradara yang mengawali perjalanan di industri film lewat "Ada Apa Dengan Cinta" itu, salah satu persoalan besar adalah minimnya sekolah film berkualitas yang mampu mencetak sumber daya manusia (SDM) kompetitif.
"Yang kurang itu institusi regenerasi para pembuat film. Itu yang saya kejar kemarin, makanya membuat sekolah film. Ada (sekolah film), tapi tidak memenuhi kualitas standar yang kita butuhkan," ungkap Rudi saat dihubungi Metrotvnews.com, Senin (30/3/2015).
"Jika elo bicara aktor yang baik, tolak ukur aktor yang bagus seperti apa? (Yang dibutuhkan) Enggak cuma teknik dan skill, tapi punya mindset untuk bisa menjaga investasi pihak terkait lain. Kreatif dan idealis, tapi untuk semua pihak. Kalau di industri film kita (saat ini) idealis hanya untuk pekerja kreatifnya," lanjut penggagas komunitas pendidikan film Rumah Terindah itu.
Rudi yakin jika Indonesia memiliki banyak sekolah film terpadu yang menghasilkan regenerasi insan perfilman berkualitas, maka dalam jangka waktu dua tahun iklim industri film akan berkembang pesat.
"Kalau kita sudah menghasilkan aktor dan aktris yang bagus, dengan sendirinya film akan bagus, penonton banyak, investor mau (berinvestasi). Ujungnya ada di pendidikan. Selama ini, SDM dianggap bagian kecil. Padahal, itu yang menggerakkan industri," ulas Rudi.
Pendapat Rudi senada dengan sutradara Joko Anwar. Joko menganggap Indonesia masih butuh SDM yang memiliki kompetensi tinggi guna memajukan industri.
"Masalah terbesar kita adalah SDM. Para pekerja film banyak, tapi sebagian besar tidak memiliki skill yang cukup karena pendidikan film di Indonesia sangat kurang," kata Joko dalam jumpa pers program Hari Film Nasional di Jakarta, pertengahan Maret.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News