Seperti diketahui, pada tahun 1800-an awal, sebelum ditemukannya ladang minyak di daratan, sumber utama minyak adalah paus. Sulitnya mencari paus dan risiko besar mengarungi lautan membuat minyak paus begitu diburu dan jadi komoditi mahal.
Adalah seorang pelaut jawara bernama Owen Chase (Chris Hemsworth) harus rela mentok kariernya sebagai kelasi satu lantaran posisi kapten dalam sebuah kapal pemburu paus lebih diberatkan pada keturunan pengusaha minyak. Dipilihlah Captain George Pollard (Benjamin Walker) yang merupakan pewaris trah Pollard, pengusaha minyak paus terkemuka.
Mereka ditugaskan menjadi awak kapal Essex yang berangkat dari Nantucket, pada 1820.
Chase menjalani petualangannya bersama Pollard dengan perasaan dongkol, lantaran jabatannya masih kelasi satu meski sudah pantas menjadi kapten. Begitu juga Pollard, dia ikut dongkol lantaran posisinya dalam kapal tidak begitu dihormati lantaran awak kapal lebih segan dengan Chase yang memang sudah katham soal lautan.
.jpg)
Singkat cerita, Chase dan Pollard bagai kucing dan anjing dalam satu kapal yang sama. Sungguh situasi yang tidak kondusif untuk perjalanan jauh dan berbahaya.
Apes. Setelah mengarungi Atlantik, mereka tak jua menemukan paus yang banyak. Adalah haram bagi pelaut pulang dengan tangan hampa. Terlebih, mereka memiliki target pulang dengan 2.000 tong minyak yang bahkan 10 persennya pun belum mereka miliki.
Saat mereka putus asa dan memutuskan berlabuh di daerah Ekuador. Mereka bertemu dengan pelaut berbahasa Spanyol yang terdampar lantaran kapalnya hancur oleh seorang paus raksasa.
Paus raksasa itu disebutkan berada di sekitar garis khatulistiwa, sekitar 5.400 kilometer jauhnya dari posisi mereka. Di lokasi itu, terdapat pula ratusan ekor paus yang disebut pelaut berbahasa Spanyol itu bisa memenuhi 3.000 tong minyak dalam waktu sehari.
Berbekal dengan informasi yang diragukan kebenarannya itu, Chase dan Pollard memutuskan menyambangi lokasi tersebut.
Tak disangka, kisah paus raksasa itu benar adanya. Awak kapal Essex pun harus bergulat dengan mamalia raksasa itu meski dengan peralatan seadanya.
.jpg)
Secara garis besar, In the Heart of the Sea memiliki tempo cepat. Dengan adegan-adegan menegangkan yang terus berlanjut tanpa memberi jeda berarti bagi penonton untuk menghela nafas dalam-dalam.
Dari segi sinematografi, tentu tidak perlu dipersolakan bagi sutradara peraih Oscar seperti Ron Howard. Pengambilan gambar yang apik plus balutan visual efek yang memukau menambah sensasi ketegangan sepanjang film.
Catatan terakhir yang akan membuat kisah ini menarik adalah peristiwa hancurnya kapal Essex oleh paus adalah kisah nyata.
In the Heart of the Sea diangkat dari buku karya Nathaniel Philbrick dengan judul sama. Philbrick terinspirasi dari kisah Moby-Dick yang dikenal sebagai salah satu karya sastra Amerika yang ikonik.
Di Indonesia, film ini tayang mulai Jumat 4 Desember 2015.
(ASA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News