Kehadiran Avatar: Fire and Ash memang membuat banyak rumah produksi dalam dan luar negeri mengatur ulang strategi rilis film. Namun bagi Uwais Pictures, keputusan tetap tayang bukan sekadar soal bisnis, melainkan pernyataan sikap kedaulatan layar bioskop Indonesia.
"Kami sadar sepenuhnya siapa yang kami hadapi. Avatar adalah film raksasa dunia. Tapi Timur dibuat bukan untuk bersembunyi. Film Indonesia harus berani berdiri sejajar di layar yang sama," kata Executive Producer TIMUR, Yentonius Jerriel Ho.
Menurutnya, pertarungan TIMUR vs Avatar di bioskop bukan hanya soal perolehan penonton, tetapi juga tentang harga diri dan kepercayaan diri industri film Indonesia.
"Kalau setiap film Hollywood datang kita selalu menyingkir, maka kita menyerahkan layar kita sendiri. Timur adalah pesan bahwa karya anak bangsa tidak inferior,” tegasnya.
Sementara itu, Ryan Santoso selaku produser menyebut keputusan merilis film di pekan yang sama dengan Avatar sebagai langkah besar yang tidak banyak berani diambil rumah produksi mana pun.
"Avatar itu IP raksasa, proyek mega dengan budget yang mungkin seratus kali lipat film Indonesia. Wajar banyak yang tidak berani melawan," ujar Ryan.
"Ibarat perang, cukup dengan bambu runcing. Kami tidak akan mundur dalam memperjuangkan kedaulatan perfilman nasional. Dari Indonesia, untuk dunia," lanjut Ryan.
Film Timur menandai debut penyutradaraan Iko Uwais, aktor laga Indonesia yang telah dikenal luas di kancah internasional. Selain menyutradarai, Iko Uwais juga tampil sebagai pemeran utama dalam film ini.
Diproduksi oleh Uwais Pictures, Timur mengusung film aksi Indonesia dengan koreografi pertarungan intens, visual sinematik modern, serta narasi heroik yang berakar pada nilai perjuangan dan nasionalisme.
“Kita ini lahir dari rahim pejuang. Semangatnya jelas: maju terus, pantang mundur. Timur bukan hanya film, tapi simbol perlawanan sinema Indonesia terhadap dominasi Hollywood," ujar Yentonius.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News